Alt Title

Pembangunan Infrastruktur Jalan, Kapan Bisa Merata?

Pembangunan Infrastruktur Jalan, Kapan Bisa Merata?

 


Infrastruktur transportasi hanya akan dibangun negara

jika ada keuntungan ekonomi

_________________________


Penulis Umi Lia

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Member Akademi Menulis Kreatif


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Musim hujan seharusnya membawa berkah, tapi di sebagian wilayah mendatangkan masalah. Banyak pemberitaan kerusakan jalan yang diunggah media maupun warga sendiri di sosial media. 


Ada video viral yang menampilkan seorang pemuda asal Dusun Kejuron Timur, Desa Tamperan, Kecamatan Pasrepan Kabupaten Pasuruan, yang mengkritisi jalan rusak di desanya. Ia menyampaikan keluhan terkait kondisi jalan di desanya yang rusak parah dan tidak pernah diperbaiki sejak tahun 2008.


Terkait video ini, Sekdes Tamperan, Andri mengomentari bahwa memang benar tentang kondisi jalan tersebut. Sudah diajukan ke pemerintah kabupaten berulang kali tapi belum ada respon. Karena perbaikannya ada di bawah kewenangan kabupaten, jadi desa tidak menggunakan dananya untuk memperbaikinya. Akhirnya warga gotong royong mengadakan iuran untuk melakukan perbaikan seadanya. (wartabromo.com, 9-12-2024)


Anggaran yang Minim Jadi Penyebab


Sungguh miris, pembangunan infrastruktur transportasi yang sangat dibutuhkan masyarakat belum merata di berbagai pelosok daerah. Bisa disaksikan ketimpangan pembangunan transportasi antara perkotaan dan pedesaan di mana pembangunan yang ada hanya fokus di kota saja padahal transportasi merupakan elemen penting penghubung antarwilayah yang mendukung pengembangan ekonomi dan pembangunan. Bahkan menjadi urat nadi ekonomi rakyat.


Karakteristik geografis dan topografi Indonesia yang beragam dan keterbatasan anggaran pembiayaan sering disebut-sebut sebagai kendala utama padahal problem sebenarnya adalah gagalnya negara atau kepemimpinan sekuler dalam mengurus dan menjaga rakyat. Selama ini penguasa menempatkan diri sebagai regulator dan fasilitator kepentingan pemodal sekaligus sebagai pebisnis yang menghitung pemenuhan hak rakyat dengan hitungan untung rugi. 


Infrastruktur transportasi hanya akan dibangun negara jika ada keuntungan ekonomi dengan skema investasi yang diperoleh negara. Tidak ditanggapinya usulan perbaikan jalan oleh rakyat yang berulang bahkan diajukan setiap tahun, menjadi bukti abainya penguasa akan pengurusan rakyat. Inilah gambaran kepemimpinan populis otoritarian yang seolah mendukung kepentingan rakyat padahal kebijakannya hanya menguntungkan segelintir orang yakni para oligarki.


Sudah diketahui banyak orang bahwa dalam sistem kapitalis, pembangunan infrastruktur transportasi merupakan fondasi untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Inilah yang menjadi ambisi mantan presiden (Jokowi) ketika memimpin Indonesia selama dua periode. 


Waktu itu banyak proyek jalan tol, jaringan kereta api, bandara dibangun demi kemajuan negara. Namun, proyek mercusuar tersebut tidak selesai tepat waktu, ada yang mangkrak bahkan gagal. Itu semua karena banyak pejabat dan elite politik yang bermental pragmatis dan korup. Korupsi terjadi dari atas sampai bawah, mulai dari pembuatan regulasi hingga operator di lapangan. Antara tahun 2015 sampai 2018 tercatat kasus korupsi proyek infrastruktur meningkat 50 persen. (katadata)


Anggaran Melimpah di Sistem Islam


Berbeda dengan infrastruktur transportasi dalam negara yang menerapkan Islam secara kafah. Jalan merupakan salah satu jenis infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh rakyat dan menunda pembangunannya akan menimbulkan bahaya atau dharar bagi umat.


Oleh karena itu, harus segera dipenuhi sebab itu adalah hak rakyat dengan kualitas dan kuantitas yang memadai untuk memudahkan kehidupan mereka. Penerapan aturan Allah Swt. dalam seluruh aspek akan memungkinkan penguasa memenuhi hak tersebut tanpa memperhitungkan keuntungan dan tanpa bergantung pada swasta.


Dalam sistem Islam, infrastruktur transportasi termasuk kategori milik umum yang harus dikelola negara. Untuk pembangunannya pemerintah memiliki banyak sumber pemasukan anggaran yang memungkinkan dibangunnya sarana transportasi secara mandiri. Salah satunya adalah dari pos kepemilikan umum Baitulmal.


Selain itu, bisa menggunakan harta milik negara tetapi tidak mengambil keuntungan dari pengelolaannya. Walaupun ada pungutan, hasilnya dikembalikan kepada rakyat sebagai pemiliknya dalam bentuk yang lain. Termasuk membangun sarana lain yang menjadi kewajiban negara untuk masyarakat seperti sekolah-sekolah, kampus-kampus, rumah sakit, jalan umum dan lain-lain yang lazim diperuntukan bagi masyarakat sebagai bentuk pengaturan dan pemeliharaan urusan mereka. Dalam hal ini negara tidak mendapat keuntungan sedikitpun, justru memberi subsidi terus-menerus.


Selain itu, pembangunan infrastruktur dilakukan negara tanpa memperhatikan ada atau tidak adanya dana di Baitulmal. Meskipun sedang kosong, jalan tetap harus dibangun. Jika ada dana di Baitulmal maka wajib dibiayai dari situ, akan tetapi jika tidak mencukupi maka wajib dibiayai dengan memungut pajak atau doribah dari rakyat.


Ketika belum terkumpul, sementara infrastruktur harus segera dibangun, maka boleh meminjam kepada pihak lain. Pinjaman ini tidak boleh mengandung riba dan segera dibayar dari dana doribah yang sudah terkumpul. Pungutan dari masyarakat ini hanya sementara dan berlaku bagi muslim yang kaya atau agnia saja.


Sistem Islam ini akan berjalan dengan baik di bawah kepemimpinan seorang yang amanah dan memahami bahwa tanggung jawab mengurus umat akan dihisab kelak di hadapan Allah Swt..


Selain itu, tugas pemimpin adalah melayani rakyat seperti sabda Rasulullah saw.: "Pemimpin adalah pengurus rakyat, dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang diurusnya." (HR. Al-Bukhari)

Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]