Rakyat Terus Dibebani Pajak
Opini
Rakyat semakin menderita
karena kapitalisme memungut pajak kepada semua kalangan
_________________________
Penulis Prastika
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pengajar
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pada bulan Januari 2025 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik menjadi 12% berdasarkan keputusan pemerintah, tetapi hal ini banyak menuai kritik.
Sebabnya kondisi ekonomi saat ini yang dirasakan masyarakat sangat berat, ditambah dengan kenaikan pajak yang akan diberlakukan. Semua ini dirasa akan menambah beban bagi masyarakat. Ditambah pula dengan banyaknya PHK (pemutusan hubungan kerja) sejak adanya pandemi COVID-19. Dilansir dari satudata. (Kemnaker.go.id, 20-9-2024)
Kementerian Ketenagakerjaan melaporkan bahwa sepanjang Januari-Agustus 2024 terdapat 46.240 pekerja di-PHK. Daya beli di masyarakat pun akhir-akhir ini mengalami penurunan. (Tempo.co, 17-10-2024)
Pajak untuk Semua Kalangan
Rakyat semakin menderita karena kapitalisme memungut pajak kepada semua kalangan. Bahkan kepada golongan berpenghasilan rendah pun pemerintah memungut pajak. Sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa utang negara akan selesai jika pajak terkumpul. (kompas.com, 26-8-2021)
Hal ini sudah jelas sangat menzalimi rakyat padahal memungut pajak itu termasuk kezaliman dan dilarang dalam Islam. Sebagaimana tercantum di dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah (2) ayat 188 yang artinya, "Janganlah kalian memakan harta di antara kalian dengan jalan yang batil."
Di samping itu terdapat hadis Rasulullah saw. yang menyatakan, "Seorang hamba yang telah Allah beri amanah untuk mengurus urusan rakyatnya, lalu dia mati dalam keadaan memperdaya rakyatnya, kecuali dia tidak akan mencium bau surga." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Juga terdapat hadis lain yang menyatakan bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, "Tidak akan masuk surga pemungut pajak (cukai)." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Al-Hakim)
Penguasa Pengurus Rakyat
Islam mengajarkan bahwa penguasa itu ialah pengurus rakyat. Maka tidak selayaknya memungut berbagai pajak secara zalim kepada rakyatnya.
Syariat Islam adalah satu-satunya aturan yang harus ditegakkan dalam kehidupan. Terlebih lagi dalam sistem pemerintahan Islam kafah. Perekonomian negara juga diatur oleh hukum Islam.
Rasulullah saw. telah bersabda, "Manusia berserikat dalam 3 perkara yaitu, air, padang rumput dan api (energi)." (HR. Abu Dawud)
Terkait dengan hadis di atas para ulama menyimpulkan bahwa tambang adalah milik umum dan kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara. Lantas hasil dari kepemilikan umum tersebut harus diberikan kepada rakyat, haram hukumnya diberikan kepada individu atau swasta, apalagi diberikan kepada asing. (Syaikh Abdul Qadim Zallum, Al Amwal fi Daulah al-Khilafah, hlm. 48-66)
Jika harta milik umum dapat dikelola dengan baik oleh negara maka akan menambah nilai komoditas secara optimal. Sebagai contoh, minyak mentah jika diolah menjadi produk industri berupa bahan baku botol, pipa dan kabel. Maka nilainya bisa jauh meningkat sampai 10-25 kalinya. Jika dinilai dengan harga maka seharga USD30,5 per ton.
Pendapatan Negara Melimpah dari SDA
Muhammad Ishak, pakar ekonomi muslim (2024) mengatakan betapa negeri ini berpotensi mendapatkan pendapatan negara dari kekayaan sumber daya alam (SDA), antara lain:
1. Minyak mentah, angka produksinya mencapai 223,5 juta barel, dengan margin 54,1℅. Jika ini dihitung, negara akan mendapat keuntungan sebesar Rp183 triliun.
2. Gas alam, memiliki nilai produksi 2,5 miliar dengan margin 54,1%. Dari sumber ini maka negara akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp136 triliun.
3. Batu bara, nilai produksi berjumlah 687 juta ton, memiliki margin 57,4% maka jika dihitung akan mendapatkan keuntungan sebanyak Rp2.002 triliun.
4. Emas, dengan angka produksi sebesar 85 ton dan memiliki margin 34,9%, jika dihitung negara akan memperoleh keuntungan sebesar Rp29 triliun.
5. Tembaga sebanyak 3,3 juta ton nilai produksinya dengan margin 34,9, maka jika dihitung akan mendapat keuntungan sebanyak Rp159 triliun.
6. Nikel, memiliki nilai produksi 1,8 juta ton dengan harga rata rata USD 2.583 per ton, dan memiliki margin sebesar 26.6%. Dimana besaran ini jika dihitung bahwa negara akan medapat laba sebanyak Rp189 triliun.
7. Hutan, berdasarkan data di tahun (2022) Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan bahwa luas hutan di Indonesia mencapai 120,26 juta hektare.
Prof. Dr. Ing. Amhar (2010) menyampaikan bahwa luas hutan 100 juta hektare berfungsi untuk kelestarian alam di Indonesia dengan waktu 20 tahun, maka hanya sedikit dari tanaman yang dipanen setiap tahunnya yakni hanya 5% saja.
Apabila nilai kayu dari pohon yang usianya 20 tahun dengan harga Rp2 juta dan laba bersihnya Rp1 juta, maka perhitungan secara ekonimisnya adalah 100 juta hektar x 20 pohon per hektar x Rp1 juta per pohon yakni Rp2000 triliun.
Namun karena mempertimbangkan deforestasi dan ilegal logging, maka perkiraan keuntungan hanya sebesar Rp1000 triliun setiap tahunnya.(fahmiamhar.com, 04-2010)
8. Kelautan, Indonesia memiliki luas wilayah kelautan 75% dan memiliki potensi ekonomi kelautan yang sangat besar. Dapat dibayangkan betapa Indonesia memiliki nilai tambah yang tinggi dari kelautan dan perikanan. Seperti pengolahan, industri, dan jasa maritim.
Selain itu, pendapatan juga akan didapatkan dari energi dan mineral, pariwisata, serta transportasi laut. Sebagaimana telah disebutkan oleh Dahuri (2018) bahwa sumber-sumber kelautan akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp1,33 triliun per tahun.
Sebanding dengan Rp20.795 triliun dengan kurs 15.600/USD. Apabila perusahaan Negara dapat mengelolanya maka akan mendapatkan Rp2.079 triliun. Apabila dihitung dengan harga pokok maka produksi mencapai 50%. Dari ini semua niscaya APBN akan mendapat keuntungan hingga Rp1.040 triliun.
Dengan begitu banyak keuntungan yang di dapat dari delapan sumber harta milik umum akan masuk kepada APBN. Negara tidak perlu lagi menarik pajak yang menzalimi dari rakyat atau berutang ke luar negeri.
Namun tentunya, semua itu harus dikelola sesuai syariat Islam. (Muis Al-Waie, Edisi Maret 2024)
Untuk itu, umat dan bangsa ini harus kembali kepada syariat Islam secara kafah di dalam aspek kehidupan, salah satunya bidang ekonomi. Maka rakyat tidak akan merasakan kesengsaraan yang mendalam. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]