Rezim Assad Tumbang, Bagaimana Nasib Suriah Selanjutnya?
Opini
Namun sayang di tengah kegembiraan rakyat Suriah
kita tidak bisa melepaskan kepentingan Barat
_________________________
Penulis Anastasia, S.Pd.
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Perkembangan politik di Timur Tengah memang sangat menarik untuk dikaji. Tak dapat dimungkiri, Timur Tengah memliki magnet tersendiri, yang mampu menarik kepentingan Barat dalam memberikan pengaruhnya. Tak terkecuali Suriah saat ini yang tengah mengalami perubahan kekuasaan.
Setelah 54 tahun di bawah rezim Assad, akhirnya rakyat Suriah turun ke jalan merayakan tumbangnya rezim diktator. Apa yang sedang terjadi di Suriah adalah gambaran kondisi umat yang menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik. Walaupun tumbangnya kekuasaan Assad tidak bisa dilepaskan dari berbagai kepentingan politik negara Barat.
Mengapa Rezim Tumbang?
Assad, sesungguhnya bukanlah seorang yang kapabel menjadi seorang pemimpin. Dia hanya seorang dokter mata, yang memilih jalur pendidikan sebagai karir hidupnya. Namun, nasib berkata lain. Kematian kakaknya, Basil dalam kecelakaan mobil pada tahun 1994 mengubah seluruh tujuan hidupnya.
Sebagai putra tertua yang tersisa, ia dipanggil pulang ke Suriah untuk dipersiapkan sebagai penerus kekuasaan. Dia harus mengubur impian menjadi seorang dokter mata. Dengan waktu yang tersisa, Assad mulai menjalani pelatihan militer intensif di akademi militer Suriah. Dalam waktu singkat, dokter mata yang pendiam ini harus bertransformasi menjadi diktator kejam.
Oleh karena itu, wajar apabila di masa pemerintahan kekuasaan Assad hanya mengandalkan negara pendukung, yaitu Rusia dan Iran. Kedua negara tersebut adalah sekutu loyal, yang memberikan berbagai bantuan militernya pada pemerintahan Assad. Namun, di tengah perang Gaza dan Ukraina yang berkecamuk, kedua negara tersebut tidak memberikan dukungan penuh.
Di sisi lain, tumbangnya rezim tidak dipisahkan dengan kepentingan Amerika dan Turki. Tumbangnya Assad akan mendorong Amerika untuk memberikan solusi politik baru Suriah. Selama ini, Amerika tidak mampu memberikan pengaruh terhadap Suriah karena adanya Rusia. Begitu pun Turki, yang memiliki kepentingan atas tumbangnya Assad.
Turki sebagai negara yang berada di perbatasan utara Suriah telah memberi tempat bagi pengungsi Suriah. Turki memang menampung pengungsi Suriah, sekitar 3,5 juta orang pengungsi sejak perang di mulai.
Erdogan ingin mengembalikan pengungsi kembali ke Suriah. Oleh karena itu, perlu zona penyangga yang aman di utara Suriah. Baru-baru ini, Erdogan kembali menegaskan rencananya untuk menguasai wilayah selebar 30 sampai 40 kilometer di Suriah utara dengan beban besar tersebut, Turki berharap pengungsi dapat dikembalikan ke wilayah utara Suriah. (bbc.com, 11-12-2024)
Dengan segala kepentingannya, Turki memihak kepada faksi-faksi perlawanan dan memutuskan hubungan diplomatik dengan Damaskus. Namun belakangan, Erdogan mencoba memulihkan saluran komunikasi, tapi Assad menolak upaya tersebut dan menuntut Turki menarik pasukannya lebih dulu dari Suriah utara, sebelum normalisasi hubungan bisa dirintis. (detik.com, 06-12-2024)
Akan tetapi Turki menolak tuntutan itu karena wilayah di perbatasan Suriah-Turki yang dikuasai militer Turki bersama milisi Tentara Nasional Suriah, SNA, difungsikan sebagai "zona keamanan". Tujuan utama Turki yang sebenarnya adalah menguasai atau menggulingkan pemerintahan otonomi Kurdi di timur laut Rojava karena keberadaan mereka bagaikan duri dalam daging yang mengancam Turki.
Kawasan tersebut dikuasai kelompok pemberontak Partai Persatuan Demokratik PYD. Kelompok ini disebut Turki sebagai cabang dari Partai Pekerja Kurdistan PKK yang dikategorikan sebagai kelompok teror yang dikhawatirkan membentuk negara otonomi kurdi.
Oleh karena itu, Turki memberikan dukungan kepada faksi-faksi perlawanan, seperti HTS yang diharapkan mampu menjaga segala kepentingan Turki di wilayah utara Suriah. Kondisi dalam negeri Suriah pun sangat krisis, pemerintah tidak lagi mendapat kepercayaan publik, dengan berbagai skandal korupsi yang menjerat keluarga Assad.
Dengan berbagai embargo internasional, ekonomi Suriah benar-benar di ambang kehancuran. Lemahnya ekonomi, menyebabkan ketidakmampuan negara membayar gaji tentara sehingga tentara hilang semangat untuk melawan faksi-faksi perlawanan, kekuatan Assad semakin melemah. Akibatnya, rezim runtuh secara otomatis.
Kekosongan ini, merupakan momen yang telah menyatukan faksi-faksi perlawanan, membentuk koalisi, melancarkan serangan ke wilayah yang dikuasai oleh rezim.
Bagaimana Nasib Suriah Selanjutnya?
Sesungguhnya kemenangan itu milik umat Islam, Allah Swt. akan menghancurkan setiap makar penguasa zalim. Namun sayang, di tengah kegembiraan rakyat Suriah, kita tidak bisa melepaskan kepentingan Barat yang menginginkan hadirnya penguasa boneka yang akan berkiblat ke Barat. Kekhawatiran Barat dengan tumbangnya Assad adalah ketakutan akan bangkitnya semangat untuk menerapkan Islam secara kafah.
Untuk melemahkan kesadaran terhadap Islam, Barat telah memberikan arahannya. Hal ini sejalan dengan pandangan politik dari Hayat Tahrir al-Sham (HTS), merupakan faksi terbesar dalam Operasi Pencegahan Agresi, mengoordinasikan operasi militer, menyatakan sebagai kelompok moderat yang terbuka dengan konsep pemikiran internasional.
Pandangan ini dikuatkan beberapa hal, yaitu:
Pertama, dengan utusan PBB untuk Suriah telah mempertimbangkan mencabut HTS dari daftar organisasi teroris.
Kedua, pernyataan pimpinan mereka yaitu Al Julani yang menyatakan pasca penggulingan Suriah bahwa rakyat Suriah lelah berperang dan akan bergerak menuju pembangunan dan stabilitas politik.
Ketiga, terjadinya kompromi antara HTS dengan birokrasi dan pejabat Suriah yang pro dengan perubahan untuk menghantarkan transisi pemerintahan Suriah kepada pemerintah yang baru yang lebih terbuka dengan pemikiran Barat.
Dengan keadaan tersebut, dapat dipastikan Suriah saat ini tidak akan jauh lebih baik dari rezim siapa pun apabila menjadikan Barat sebagai standar dalam berpolitik.
Apabila umat Islam menyerahkan urusan kepada orang kafir, maka sejatinya mereka tidak akan pernah memberikan jalan keluar apa pun. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. yang artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan teman orang-orang yang di luar kalanganmu (seagama) sebagai teman kepercayaanmu, (karena) mereka henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat. Sungguh, telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu mengerti." (QS.Ali Imran: 118)
Sudah sepantasnya apabila umat menginginkan perubahan hakiki dengan kembali kepada Islam. Hanya dengan kembali ke jalan Islam, sesungguhnya hanya itu yang pantas untuk diperjuangkan. Hanya itu jalan satu-satunya yang diridai Allah Swt..
Kita memahami hanya dengan Islamlah kita akan mampu meraih kemenangan yang sesungguhnya. Dengan dakwah dan jihad, Islam mampu menghilangkan intervensi kepentingan orang kafir. Menghantarkan umat pada posisi mulia. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]