Alt Title
Budaya Toleransi yang Menyesatkan Umat Jelang Nataru

Budaya Toleransi yang Menyesatkan Umat Jelang Nataru

 


Wujud toleransi ini lebih kental dengan 

mencampuradukan ajaran agama

_________________________


Penulis Tuti Sugiyatun,S.Pd.I

Kontributor Media Kuntum Cahaya 

       

KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Korlantas Polri menggelar Tactical Floor Game (TFG) untuk memastikan kesiapan pelaksanaan Operasi Lilin 2024. 


Kakorlantas Polri Irjen Aan Suhanan mengatakan bahwa pelaksanaan TFG bertujuan untuk memantapkan konsolidasi dalam menghadapi libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) sehingga dapat dipastikan kelancaran, keamanan, dan kenyamanan masyarakat selama masa libur akhir tahun. (medcom.id, 15-12-2024)


Begitu pun Menteri Agama Republik Indonesia Nasaruddin Umar mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat untuk terus menjaga keharmonisan antarumat beragama menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru tahun ini.


Ia mengatakan harus memelihara hubungan baik sebagai warga bangsa yang hidup dalam keberagaman, menekankan pentingnya saling mendukung dan menghormati dalam merayakan hari besar keagamaan masing-masing. Menurutnya, perbedaan itu anugerah sesuatu yang membuat kehidupan kita lebih indah.(radarsampit.jawapos.com, 15-12-24)


Toleransi Kebablasan


Pada dasarnya pernyataan dari Kemenag sungguh tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Padahal kalau kita lihat, Kemenag sendiri adalah bagian dari kaum muslim. Ibarat adanya pengaburan identitas Islam pada masyarakat muslim saat momen peringatan Nataru dengan bingkai toleransi.


Contoh yang paling riil saja, sekarang sudah banyak terlihat pernak-pernik yang dipasang di berbagai tempat umum yang menggunakan dekorasi Natal, seperti di mall, supermarket, perkantoran, atau hotel. Ironisnya, para pegawainya menggunakan atribut seperti topi dan kostum sinterklas.


Selain itu, di malam misa natal, kaum muslim pun ikut dalam mengiringi ritual itu dengan selawatan. Kalau kita cermati, kaum muslim tersebut tentu sangat paham bahwa itu semua bertentangan dengan akidah Islam. Jika ada yang mengatakan semua ini adalah sebuah toleransi, maka toleransi seperti ini adalah toleransi yang kebablasan.


Tak hanya sampai di situ saja, ini juga akan bersambung pada saat tahun baru nanti. Banyak masyarakat dari kalangan muslim yang juga mengadakan acara-acara pada momen pergantian tahun. Bahkan tidak jarang mereka menyambut momen tahun baru ini dengan berbagai pesta yang lekat dengan aktivitas maksiat, seperti campur baur antarlawan jenis, pesta seks, narkoba,  dan masih banyak lagi aktivitas berbau maksiat lainnya. 


Berbagai aktivitas untuk menyambut Nataru dengan imbauan untuk menjalin dan menjaga toleransi ini benar-benar ditujukan kepada kaum muslim. Sering kali mereka mengira bahwa pemicu dari kekacauan berasal dari kaum muslim, sehingga selalu menjadi kambing hitam dan dituduh intoleran.


Padahal tuduhan tersebut sungguh tidak benar. Seperti kasus yang terjadi pada Juli 2024 di Papua, saat jemaah Gereja Kristen Indonesia (GKI) Penabur Jaya Asri melakukan aksi penolakan pembangunan Pondok Pesantren Mamba’ul Ulum Nur al-Fithrah di Perumahan Jaya Asri Entro, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura, Papua.


Toleransi dalam Islam


Seruan toleransi saat menjelang Nataru ini sungguh sangat bertentangan dengan akidah Islam. Wujud toleransi ini lebih kental dengan mencampuradukan ajaran agama. Toleransi juga digambarkan berupa ucapan selamat hari raya dari kaum muslim kepada nonmuslim padahal itu adalah toleransi versi sekuler yang tentu saja maknanya keliru dan menyesatkan kaum muslim. 


Jelas ini bukanlah toleransi dalam makna syariat yang kaum muslim pahami. Toleransi ini bisa merobohkan keimanan kaum muslim sehingga mereka mudah terbawa arus yang bertentangan dengan syariat Islam. Toleransi tersebut justru bertujuan mengacak-acak dan mengaburkan akidah umat Islam.


Sistem sekuler yang tegak saat ini mempunyai landasan kehidupan yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Dengan begitu nilai-nilai agama akan dipinggirkan dari pentas kehidupan dan interaksi sosial kemasyarakatan. Agama hanya diperbolehkan untuk mengatur ranah kehidupan pribadi saja.


Sistem sekularisme juga telah menyerang tiap lini kehidupan. Sekularisme juga merestui munculnya toleransi versi sekuler sehingga terjadi salah kaprah dan ditolelir sebagai pembenaran. Ironisnya, saat berupaya mengkritisi ini, mereka berargumen bahwa aktivitas tersebut merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM). Padahal dampak aktivitas sekuler itu sangat masif dan luas kepada seluruh individu di masyarakat.


Ditambah lagi dengan arus moderasi beragama yang digencarkan pemerintah di berbagai aspek kehidupan sehingga semua agama dianggap benar. Kondisi ini didukung oleh penyelenggaraan sistem pendidikan yang berpusat pada konsep liberal dan juga kental dengan  moderasinya, seperti kurikulum merdeka, pendidikan vokasi, dan Kampus Merdeka. Moderasi juga telah mengubah makna  hidup peserta didik menjauh dari motivasi akidah Islam. 


Padahal Allah Swt. telah berfirman dalam QS. Al-Kafirun ayat 1-6 yang artinya, "Katakanlah, Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu dan untukku, agamaku." 


Dengan begitu, sangatlah jelas seperti apa batasan toleransi menurut Islam. Islam tidak mengajarkan untuk bersikap intoleran. Jika ada yang menyatakan umat Islam intoleran, jelas itu adalah fitnah dan tudingan yang tidak berdasar. Islam telah mengajarkan perihal toleransi sejak Islam pertama kali datang.


Islam juga mengatur aspek-aspek kehidupan terkait hal-hal yang bertentangan atau melanggar hukum syarak, yaitu segala sesuatu yang bertentangan dengan ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Aktivitas meyakini dan mengadopsi ajaran dari luar Islam adalah pelanggaran hukum syarak, termasuk dalam hal penggunaan atribut Natal, mengucapkan selamat hari raya Natal, menghadiri acara misa, maupun aktivitas perayaan pergantian tahun. Jadi sikap kaum muslim saat momen Nataru bukan soal toleran atau intoleran, tetapi tentang hukum aktivitas tersebut.


Maka toleransi jelang Nataru yang kebablasan ini nampak jelas mencampuradukkan ajaran Islam dengan Nasrani. Termasuk budaya dan tradisi yang menyertainya. Maka ini tidak layak untuk diambil oleh umat Islam karena aktivitasnya menyerupai (tasyabbuh) umat selain Islam sehingga dihukumi haram bagi setiap muslim yang melakukan perbuatan yang demikian.


Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, “Barang siapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka." 


Islam memandang bahwa solusi dari permasalahan toleransi dan penyesatan akidah ini adalah dengan meyakini dan menerapkan aturan Islam kafah oleh negara. Negara memiliki peran penting untuk menjaga akidah umatnya.


Islam juga menjadikan para pemimpin dan pejabat senantiasa memberikan nasihat takwa sehingga menyuburkan keimanan di tengah-tengah umat. Dengan begitu, umat terkondisikan untuk tetap terikat dengan aturan Islam terutama dalam momen perayaan agama lain yang berpotensi membahayakan akidah umat seperti halnya momen Nataru.


Dengan menerapkan Islam secara kafah di tengah-tengah umat, maka kekhawatiran akan bahaya penyesatan akidah itu tidak akan terjadi. Dengan Islam kafah akidah umat akan sangat terjaga. Kaum muslim akan menjadi mulia dan berjaya kembali.


Hal ini sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an Surah Ali Imran ayat 110 yang artinya, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahlul kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik."


Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

Selesaikan Korupsi dengan Sistem Islam

Selesaikan Korupsi dengan Sistem Islam


 


Sistem politik demokrasi nyata gagal mewujudkan 

pemimpin dan pekerja yang bersih dari korupsi

________________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Pembangunan rumah susun (rusun) di Kabupaten Bandung mengalami permasalahan hukum.


Kejaksaan Negeri Bandung (Kejari) Kabupaten Bandung menetapkan 3 tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan rumah susun (rusun) di Kecamatan Rancaekek dan Solokan Jeruk.


Tersangka adalah 2 orang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan seorang kontraktor proyek. Akibat ulah tersangka, negara mengalami kerugian mencapai Rp7,2 milliar.


Kepala Kejari Kabupaten Bandung Donny Haryono Setyawan mengatakan telah melakukan penyidikan terhadap rusun yang dibangun Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat). Kata beliau 2 rusun tidak dapat diselesaikan pembangunannya pada tahun anggaran 2018. Kemudian 1 tahun setelahnya pembangunan tersebut diputus kontraknya.


Berdasarkan hasil audit yang dilakukan BPK RI, diduga ada kerugian negara dari proyek rumah susun di Rancaekek sekitar Rp3,4 milliar dan di Solokan Jeruk Rp3,4 milliar, ujar Donny kepada awak media. (www.detik.com, 10-12-2024)


Sekularisme Biang Korupsi


Korupsi memang lekat dengan sistem sekularisme yang menjauhkan manusia dari pengawasan Allah Swt.. Manusia hanya mengejar keuntungan materi sebesar-besarnya serta memanfaatkan semua celah untuk bisa melakukan korupsi, termasuk dalam pembangunan rusun.


Sekularisme juga menjadikan manusia hidup tidak berlandaskan agama sehingga mereka tidak memiliki kontrol diri untuk mencegah melakukan dosa. Standar perbuatan mereka bukan halal/haram melainkan mendapatkan manfaat materi semata.


Kehidupan masyarakat yang individualis menjadikan hubungan antarsesama hanya sebatas materi. Inilah yang menyebabkan korupsi berjemaah, pemimpin dan pekerja saling bahu membahu agar sama-sama aman.


Selain itu, sanksi yang tidak menjerakan juga membuat korupsi seolah budaya yang biasa terjadi. Menurut riset ICW, koruptor hanya dihukum rata-rata 2 tahun oleh pengadilan. Belum lagi sel tahanan yang mewah, berbeda dengan sel tahanan rakyat biasa. 


Sistem Islam Solusi


Korupsi adalah persoalan yang sistemis, maka pemberantasannya pun harus dengan perubahan sistem. Sistem politik demokrasi nyata gagal mewujudkan pemimpin dan pekerja yang bersih dari korupsi. Maka selayaknya kita beralih pada sistem Islam yang memiliki sejumlah mekanisme agar bebas dari korupsi. 


Sistem Islam berlandaskan akidah yang akan melahirkan ketakwaan pada diri seseorang sehingga ia akan senantiasa melakukan sesuatu sesuai dengan perintah Allah Swt. dan menjauhkan diri dari sesuatu yang dilarang Allah Swt.. Korupsi adalah suatu perbuatan yang dilarang Allah Swt. bahkan mengundang murka Allah Swt..


Sistem Islam juga akan mendidik pemimpin dan pekerja amanah yang mempunyai visi melayani umat. Aktivitas pelayanan umat akan dilakukan semata untuk mengabdi kepada Allah Swt. dengan mengharap rida-Nya.


Allah Swt. sangat mencintai pemimpin dan pekerja amanah, sebaliknya Allah Swt. sangat membenci pemimpin dan pekerja yang tidak amanah, memanfaatkan jabatannya untuk keuntungan materi pribadi.


Sistem Islam juga memiliki sistem sanksi yang membuat efek jera. Sanksi bagi koruptor adalah  takzir, bentuk dan kadar sanksinya didasarkan pada ijtihad khalifah atau kadi. Di antaranya adalah penyitaan harta sebagaimana yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab r.a., diekspose (tasyhir), penjara hingga hukuman mati jika itu menyebabkan dharar bagi umat dan negara. 


Umar bin Abdul Aziz menetapkan sanksi koruptor adalah dicambuk dan ditahan dalam waktu yang lama. (MU Sannaf ibn Abi Syaibah, 5/528)


Demikianlah Islam memberikan solusi untuk  memberantas korupsi. Permasalahan korupsi akan tuntas  jika sistem Islam diterapkan secara kafah. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]


Ummu Sasa 

Pegiat Literasi

Reportase Pengajian Taman Jiwa

Reportase Pengajian Taman Jiwa

 



Kematian adalah sebuah kepastian

Namun, surga dan neraka itu adalah pilihan


____________________


Penulis Mariyam Sundari

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Jurnalis


KUNTUMCAHAYA.com, REPORTASE - Agenda rutin bulanan Pengajian Taman Jiwa kembali digelar pada hari Ahad, 29 Desember 2024, kali ini dengan tema “Bunuh Diri Meningkat, Islam Solusi Tepat (Tadabur QS. An-Nisa: 29)”.


Agenda ini dilaksanakan karena mengingat banyaknya kasus bunuh dalam negeri ini baik dari kalangan atas maupun bawah hanya karena hal sepele. Sebagai pemateri, Ustazah Dewi Rahmawati, S. Pd., beliau juga seorang Praktisi Terapi Langit (garis dua dengan doa). 


Acara ini dimulai dengan menonton cuplikan video pendek berdurasi sekitar tiga menit dari beberapa media yang menayangkan kasus bunuh diri oleh anggota polisi di dalam mobil dinas, kemudian seorang wanita bunuh diri karena putus cinta, dan sepasang suami istri yang diduga bunuh diri terjun ke sungai. 


Dari tayangan video tersebut Ustazah Dewi menerangkan bahwa kematian adalah sebuah kepastian. Namun, surga dan neraka itu adalah pilihan. Jadi, bunuh diri adalah termasuk pilihan manusia itu sendiri, sebagai pilihan yang dilarang oleh agama. Selain itu, beliau menjelaskan bahwa kasus bunuh diri meningkat karena dampak dari kepemimpinan sekuler yang memisahkan urusan agama dari kehidupan yang memengaruhi beberapa aspek antara lain:


Pertama, aspek sosial yang merujuk aturan sekuler saat ini melahirkan angka perselingkuhan dan perceraian yang tinggi.  Suami berhubungan dengan istri tetangga dibolehkan dalam sekuler asal suka sama suka.


Kedua, pendidikan dalam sekuler sulit mendapatkan pendidikan gratis, dan terbilang mahal. 


Ketiga, ekonomi dalam sekuler membebani rakyat dengan pajak yang berat. Seperti baru-baru ini akan dinaikkannya PPN 12 persen. Walaupun yang dinaikkan itu hanya barang-barang mewah saja, tapi tetap membuat rakyat menderita.


Begitulah aturan manusia dalam sistem sekuler. Kegiatan masyarakat di mana pun dilaksanakan harus diukur dengan agama, dan hukum itu hanya hak Allah. 


Selain itu Ustazah Dewi juga menegaskan dalam memberikan dalil Al-Qur'an bagaimana bunuh diri itu bisa dicegah. Allah Swt., berfirman yang artinya: “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS. An-Nisa: 29)


Dalam pencegahan tersebut butuh peran antara lain:


Peran individu yaitu harus menaikkan taraf pikir yang berkualitas, yang tadinya lemah menjadi tebal keimanan dengan cara menuntut ilmu yang menjadi kewajiban. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik: "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan."


Selanjutnya butuh peran masyarakat. Saat ini banyak tetangga yang tak kenal kondisi tetangganya, misal: ada tetangga yang memasukkan perempuan asing bukan mahram, ada anak tetangga yang menangis karena lapar, samping, kanan, kiri banyak yang bersikap masa bodoh dan individualis yang dikedepankan.Paling tidak, harus ada kepedulian terhadap tetangga, yang dijelaskan dalam hadis: “Barangsiapa membantu keperluan saudaranya maka Allah akan membantu keperluannya.” (HR. Bukhari Muslim) 


Juga peran negara yang terpenting karena negara punya wewenang untuk mengelola sumber daya alam (SDA). Karena “Fitnah akan terjadi manakala tidak ada imam yang melaksanakan urusan orang ramai” (Imam Ahmad bin Hambal). Problem mulai muncul ketika aturan Islam tidak diterapkan semenjak runtuhnya Khilafah tahun 1924 sampai sekarang, sekitar 14 abad silam. 


Sebagai penutup Ustazah Dewi mengimbau kepada jemaah dan masyarakat semua untuk meneladani Rasulullah saw. dan para sahabat sebagai tugas dan amalan mulia yaitu dengan cara berdakwah untuk mengembalikan aturan IsIam yang sudah lama dihilangkan. Karena dakwah itulah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. juga para sahabat yang awalnya dilakukan secara sembunyi-sembunyi sampai ada perintah berdakwah secara terang-terangan. 


Sebagai kesimpulan Ustazah Dewi membacakan firman Allah yang artinya: “Apakah kamu beriman kepada sebagian Kitab (Taurat) dan ingkar kepada sebagian (yang lain)? Maka tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu selain kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang paling berat. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 85)


Maksudnya, kita tidak boleh memilih aturan selain dari aturan Allah. Jadi, standarnya adalah syariat yang dibawa oleh Rasulullah saw. berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Perjuangan Hak dan Kesetaraan bagi Penyandang Disabilitas

Perjuangan Hak dan Kesetaraan bagi Penyandang Disabilitas

 



Hak-hak dasar mereka, terutama dalam bidang pendidikan

dan akses terhadap lapangan kerja, kerap diabaikan

_________________________


Penulis Neni Maryani

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pendidik


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional (HDI), Yayasan Rumah Masyarakat Inklusi Indonesia (RUMII) menggelar acara di Balai Desa Cileunyi Kulon, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, pada Rabu 11 Desember 2024.


Acara ini mencakup penandatanganan empat peraturan desa tentang sistem pengelolaan air minum yang inklusif oleh empat kepala desa serta pemasangan sambungan air minum untuk keluarga penyandang disabilitas di Desa Cileunyi Kulon. Kegiatan ini dihadiri organisasi disabilitas, Bapperida, Perumda, dan tamu undangan lainnya. (visi.news, 11-12-2024) 


Penyandang disabilitas di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan dalam segala aspek. Terlebih pada saat ini Indonesia menganut sistem ekonomi kapitalisme yang menjadi hambatan terbesar bagi para penyandang disabilitas dalam mendapatkan pekerjaan. Walaupun pemerintah sudah memberikan aturan bahwa perusahaan dengan lebih dari 100 karyawan wajib mempekerjakan minimal 1% penyandang disabilitas. Namun, implementasinya masih lemah.


Ketimpangan Hak Penyandang Disabilitas dalam Masyarakat


Penyandang disabilitas sering kali menjadi kelompok yang terpinggirkan dan dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Hak-hak dasar mereka, terutama dalam bidang pendidikan dan akses terhadap lapangan kerja kerap diabaikan. Hal ini menunjukkan ketimpangan yang masih nyata dalam memperlakukan mereka sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki hak yang sama.


Padahal kelompok disabilitas adalah bagian integral dari rakyat Indonesia yang seharusnya mendapatkan pelayanan, perhatian, dan kesempatan yang setara dengan warga negara lainnya. Tidak seharusnya keterbatasan fisik atau mental menjadi penghalang bagi mereka untuk berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat dan mendapatkan hak-hak dasar yang layak.


Pemenuhan kebutuhan mendasar seluruh rakyat, termasuk kelompok disabilitas merupakan tanggung jawab negara. Negara harus hadir melalui kebijakan yang inklusif, memastikan fasilitas pendidikan yang ramah disabilitas, dan menyediakan peluang kerja yang adil. Dengan memberikan perhatian khusus kepada kelompok ini, negara tidak hanya menjalankan tugas konstitusionalnya, tetapi juga membangun masyarakat yang lebih adil dan berkeadilan sosial.


Pendekatan Pemerintahan Islam terhadap Penyandang Disabilitas


Dalam pemerintahan Islam, penyandang disabilitas dipandang sebagai individu yang memiliki hak yang sama dengan masyarakat lainnya. Islam mengajarkan pentingnya keadilan, kasih sayang, dan tanggung jawab sosial terhadap semua lapisan masyarakat, termasuk kelompok disabilitas. Berikut adalah beberapa cara pemerintahan Islam memberikan fasilitas bagi penyandang disabilitas:


1. Jaminan Kesejahteraan dan Perlindungan


Pemerintahan Islam bertanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya, termasuk penyandang disabilitas. Dana zakat, wakaf, dan Baitulmal digunakan untuk memberikan bantuan keuangan, fasilitas medis, dan kebutuhan dasar bagi mereka. Rasulullah saw. mencontohkan hal ini dengan memastikan kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, mendapat perhatian khusus.


2. Pendidikan yang Inklusif


Islam mendorong semua umatnya untuk mencari ilmu tanpa diskriminasi. Dalam pemerintahan Islam, penyandang disabilitas akan diberikan akses pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Hal ini dapat berupa kurikulum khusus, guru yang terlatih, dan fasilitas belajar yang ramah disabilitas.


3. Peluang Kerja yang Adil


Islam mengajarkan bahwa setiap orang memiliki kemampuan dan keunikan masing-masing. Pemerintahan Islam bertugas menyediakan lapangan kerja yang sesuai dengan potensi penyandang disabilitas. Misalnya, mereka dapat diberikan pelatihan keterampilan dan diberdayakan untuk berkontribusi dalam masyarakat sesuai dengan kemampuan mereka.


4. Aksesibilitas Infrastruktur


Dalam pemerintahan Islam, infrastruktur publik akan dirancang agar inklusif bagi penyandang disabilitas. Misalnya, menyediakan jalan ramah disabilitas, alat bantu di tempat ibadah, dan transportasi umum yang dapat diakses dengan mudah.


5. Kehormatan dan Pengakuan


Penyandang disabilitas tidak hanya dipandang sebagai individu yang membutuhkan bantuan, tetapi juga sebagai bagian masyarakat yang memiliki kontribusi penting. Pemerintahan Islam mendorong penghormatan terhadap mereka, menghapus stigma sosial, dan memastikan mereka diterima secara setara.


6. Kebijakan Berdasarkan Syariat


Kebijakan pemerintahan Islam berlandaskan prinsip-prinsip syariat yang menjamin keadilan dan kesejahteraan. Hak-hak penyandang disabilitas akan dijamin melalui regulasi yang jelas dan implementasi yang tegas.


Contoh Nyata Perhatian Islam terhadap Penyandang Disabilitas


Contoh nyata perhatian Islam terhadap penyandang disabilitas adalah saat Rasulullah saw. memercayakan Abdullah bin Ummu Maktum, seorang sahabat yang tunanetra untuk menjadi muazin dan pemimpin sementara Madinah saat Rasulullah pergi berperang. Ini menunjukkan bahwa Islam menghormati kemampuan dan memberikan peluang kepada penyandang disabilitas.


Allah berfirman di dalam Qs. An-Nur ayat 61 yang tegas menyampaikan pembelaan terhadap penyandang disabilitas:


(لَيْسَ عَلَى الْأَعْمَى حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْأَعْرَجِ حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْمَرِيضِ حَرَجٌ وَلَا عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَنْ تَأْكُلُوا مِنْ بُيُوتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ آبَائِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أُمَّهَاتِكُمْ … (النور: 61


Artinya, “Tidak ada halangan bagi tunanetra, tunadaksa, orang sakit, dan kalian semua untuk makan bersama dari rumah kalian, rumah bapak kalian atau rumah ibu kalian …” (Qur'an surah An-Nur ayat 61)


Dalam pemerintahan Islam, perhatian terhadap kelompok disabilitas bukan sekadar bentuk belas kasihan, tetapi wujud nyata dari penerapan prinsip keadilan dan kasih sayang dalam Islam. 


Memperjuangkan hak penyandang disabilitas adalah upaya untuk mewujudkan kesetaraan dan memastikan bahwa tidak ada satu pun anggota masyarakat yang tertinggal. Karena pada akhirnya, keberagaman dan inklusivitas adalah kekuatan bangsa yang sesungguhnya. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]