Bolehkah Zakat Digunakan untuk Mengentaskan Kemiskinan?
Surat Pembaca
Zakat dapat digunakan untuk usaha produktif
dalam penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas masyarakat
__________________
Penulis Haova Dewi
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pendidik
KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - "Jumlah pendapatan BAZNAS secara keseluruhan per tanggal 1 Januari 2024 sampai dengan 31 Desember 2024 Alhamdulillah melampaui target mencapai Rp. 12,1 miliar," kata Yusuf Ali Tantowi (Ketua BAZNAS kab. Bandung).
Angka tersebut merupakan akumulasi dari pendapatan zakat mal, infak, dan sedekah (ZIS), kalau pendapatan zakat fitrah terpisah (tidak disatukan dengan ZIS) lain lagi," ungkapnya. (ketik.co.id, 02-01-2025)
Salah satu pendapatan terbesar tahun 2024 diraih dari zakat profesi ASN pemerintahan Kabupaten Bandung. Adapun penyaluran BAZNAS kepada masyarakat yaitu melalui program mengentaskan kemiskinan berupa bantuan kesehatan, pembayaran utang pasca dirawat di rumah sakit, tunggakan BPJS kesehatan, biaya pendidikan, bantuan pembangunan fasilitas agama dan pendidikan, bantuan disabilitas, kegiatan keagamaan dan sebagainya.
Dalam sistem kapitalis, zakat menjadi salah satu elemen penting bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat yaitu untuk mengentaskan kemiskinan. Jelas ini merupakan bentuk lepas tangan negara dalam menyejahterakan rakyatnya. Kebijakan tersebut termaktub dalam pasal 27 UU No.23/2011 tentang pengelolaan zakat.
Di mana disebutkan bahwa zakat dapat digunakan untuk usaha produktif dalam penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas masyarakat. Atas dasar itu lahirlah zakat produktif agar para mustahik berdaya untuk mengentaskan kemiskinannya.
Banyak pula program yang digulirkan untuk pemberdayaan ekonomi melalui zakat produksi yang dilakukan pemerintah bersama BAZNAS seperti kampung zakat di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Masyarakat berpenghasilan rendah akan dibina dan diberdayakan dengan dana ZIS, meliputi bidang ekonomi, pendidikan, bidang keagamaan. Adanya tata kelola zakat tersebut dana produksi diharapkan dapat mendatangkan nilai tambah bagi kesejahteraan masyarakat lainnya dan berhasil mengentaskan kemiskinan.
Islam mempunyai mekanisme yang sangat jelas dalam pengelolaan zakat sehingga sesuai dengan hukum syarak. Karena zakat termasuk dalam ibadah dan merupakan salah satu rukun Islam. Mengeluarkan zakat hukumnya fardhu 'ain bagi setiap muslim yang memiliki harta telah mencapai pada nisab dan haulnya, kecuali harta hasil panen pertanian dan buah-buahan yang zakatnya diwajibkan saat panen.
Ragam zakat jenis harta yang wajib dikeluarkan telah ditetapkan berdasarkan nash-nash syar'i seperti zakat ternak, zakat hasil pertanian, buah-buahan, nuqud, dan harta barang perdagangan. Penambahan ragam jenis harta seperti penghasilan dan jasa, rikaz, zakat perusahaan dan industri sebagaimana yang ditetapkan dalam UU No.23/2011 tidak dibenarkan secara syar'i.
Disisi lain, zakat adalah hak bagi delapan asnaf yang telah ditentukan batasan definisinya oleh syariat (QS. At-Taubah: 60) artinya zakat tidak boleh diberikan kepada selain delapan asnaf tersebut. Semisal untuk pemberdayaan ekonomi rakyat, mengentaskan kemiskinan dengan memberikan pinjaman bergilir kepada masyarakat, pembinaan keagamaan dan sebagainya.
Dalam sistem Islam negara bertanggung jawab sepenuhnya dalam menyejahterakan rakyat. Dengan mekanisme pendanaan yang telah ditetapkan oleh syariat yaitu pertama, negara akan mengelola kekayaan SDA secara mandiri tanpa melibatkan investor asing maupun domestik.
Kedua, jizyah, kharaj, fai semua pemasukan tersebut akan dikelola oleh Islam untuk kesejahteraan rakyatnya. Dari sini nampak jelas sekali Islam dalam mengelola zakat dengan paradigma pelayanan sempurna kepada rakyatnya sehingga pelaksanaan ibadah maliyah mereka tertunaikan dengan baik sesuai tuntunan syari'at Islam. Dan semua itu hanya bisa dilaksanakan dalam sistem Islam. Wallahuallam bissawab.[Dara/MKC]