Bullying Akibat Kapitalisasi Pendidikan
Opini
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi rakyat
yang harus dipenuhi oleh negara dan menjadi hak bagi setiap individu rakyat
_________________________
Penulis Titi Raudhatul Jannah
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dilansir dari beritasatu.com, (11-01-2025) Dinas Pendidikan Kota Medan menyelidiki kasus penghukuman siswa SD Swasta Abdi Sukma yang viral di media sosial dengan memeriksa wali kelas yang berinisial H.
Pemeriksaan tersebut dilakukan pada hari Sabtu, 11 Januari 2025 pagi di ruang kepala sekolah SD Swasta Abdi Sukma, yang berlokasi di Jalan STM, Kelurahan Suka Maju, Kecamatan Medan Johor.
Siswa tersebut dihukum duduk di lantai lantaran menunggak pembayaran SPP selama tiga bulan. Ketua Yayasan SD Swasta Abdi Sukma Ahmad Parlindungan menyatakan bahwa sekolah tersebut bertujuan membantu masyarakat kurang mampu, biaya sekolah hanya dipungut selama enam bulan, yakni dari Juli hingga Desember, sedangkan Januari hingga Juni gratis. Ia juga menyesalkan tindakan wali kelas tersebut di mana kebijakan tersebut bertentangan dengan sekolah dan yayasan.
Penerapan Pendidikan Berbasis Kapitalis
Kejadian yang dialami oleh siswa SD Swasta tersebut sungguh miris. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat belajar yang aman, nyaman, dan tenang justru mendapat perlakuan buruk oleh wali kelasnya. Apalagi guru merupakan sosok yang digugu dan ditiru akhlak dan budi pekertinya. Sangat disayangkan bila guru mengambil tindakan yang merugikan siswanya.
Tidak sedikit kasus pembullyan yang terjadi di lingkungan sekolah, baik itu sesama siswa, sesama guru maupun antara guru dan siswa. Hal ini dipengaruhi oleh penerapan sistem pendidikan berbasis kapitalis sehingga kasus pembullyan akan terus berlanjut dan kasus-kasus yang serupa tidak akan kunjung selesai jika masih menerapkan sistem kapitalis di dalam pendidikan.
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi rakyat yang harus dipenuhi oleh negara dan menjadi hak bagi setiap individu rakyat. Negara berkewajiban menyediakan pendidikan secara gratis dan berkualitas agar orang-orang yang tidak mampu secara finansial tetap memperoleh ilmu.
Namun kenyataan yang terjadi, pendidikan menjadi barang mewah bagi sebagian masyarakat, dikarenakan ketidakhadiran peran negara secara nyata dalam mengurusi kebutuhan rakyat. Negara menyerahkan urusan pendidikan kepada swasta yang berorientasi pada materi demi mendapatkan keuntungan.
Inilah akibat kapitalisasi pendidikan, di mana pendidikan dijadikan sebagai ladang bisnis. Hanya orang-orang yang mampu secara finansial akan mendapatkan layanan pendidikan yang baik dan berkualitas.
Sedangkan orang-orang yang tidak mampu, akan mendapatkan layanan buruk sama halnya dengan kejadian yang dialami oleh siswa SD di Medan tersebut. Dalam sistem kapitalis mustahil bagi orang miskin mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Pendidikan di dalam Sistem Islam
Berbeda dengan lslam, masyarakat bisa mendapatkan pendidikan gratis dan berkualitas bagi setiap individu rakyat baik yang mampu maupun tidak mampu. Pendidikan diberikan secara merata tanpa pandang bulu.
Hanya ilmu yang dapat menjauhkan manusia dari kekufuran dan kebodohan. Oleh sebab orang-orang yang berilmu biasanya yang memiliki pemikiran dan hati yang terarah pada ketaatan. Hal ini dijelaskan di dalam firman Allah Swt:
وَّلِيَـعْلَمَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ اَنَّهُ الْحَـقُّ مِنْ رَّبِّكَ فَيُؤْمِنُوْا بِهٖ فَـتُخْبِتَ لَهٗ قُلُوْبُهُمْ ۗ وَاِ نَّ اللّٰهَ لَهَا دِ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِلٰى صِرَا طٍ مُّسْتَقِيْمٍ
"Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa (Al-Quran) itu benar dari Tuhanmu, lalu mereka beriman dan hati mereka tunduk kepada-Nya. Dan sungguh, Allah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus." (QS. Al-Hajj 22: Ayat 54)
Ibnu Mas'ud r.a. berkata: "Cukuplah rasa takut kepada Allah menjadi bukti dari ilmu dan cukuplah sikap lancang kepada Allah menjadi bukti dari kebodohan."
Karena itu, Islam memandang pendidikan adalah hak setiap individu masyarakat karena melalui pendidikan seseorang mendapatkan ilmu. Apalagi pandangan ini merupakan hukum syariat yang tersirat dalam a'fal (perbuatan) Rasulullah saw. ketika beliau menjadi kepala negara Islam di Madinah.
Dalam kitab Dar al-Risalah al-'alamiyyah, vol.5,290, no.3417 karya Abu Dawud Sulayman ibn al-Ash'ath al-Azdiy al-Sijistaniy menjelaskan bawa Nabi saw., telah menyediakan fasilitas di Masjid Nabawi bagian sisi utara yaitu Shuffah. Shuffah ini dihuni oleh orang-orang fakir miskin yang berasal dari kalangan Muhajirin, Anshar dan para pendatang dari negeri asing.
Adapun kegiatan yang dilakukan oleh penghuni Shuffah adalah belajar membaca dan menulis. Salah satu orang yang mengajari mereka adalah Ubadah bin Shamit. Ubadah bin Shamit berkata: "Aku mengajarkan kepada sebagian penghuni Shuffah menulis dan menghafal Al-Qur'an."
Selain di masjid, pusat pengajaran lainnya yang berdiri di Madinah yaitu Kuttab. Kuttab adalah ruangan kecil untuk mengajar anak-anak membaca dan menulis, dan menghafal Al-Qur'an.
Selain itu, negara Islam mampu menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas karena ditopang oleh sistem keuangan yang dikenal dengan Baitulmal. Baitulmal mempunyai tiga pos kepemilikan, yaitu pos kepemilikan umum, pos kepemilikan negara, dan pos zakat.
Kemudian dana untuk pendidikan dialokasikan dari pos kepemilikan umum yang bersumber dari pengelolaan sumber daya alam dan kepemilikan negara yang bersumber dari fa'i, kharaj, usyur, jizyah, ghanimah dan sejenisnya.
Inilah sistem pendidikan dalam negara lslam, di mana semua kebutuhan rakyat khususnya dalam bidang pendidikan terpenuhi dan difasilitasi oleh negara, serta negara memberikan layanan pendidikan dengan baik bagi semua kalangan masyarakat.
Hanya negara yang menerapkan aturan lslam secara kafah yang mampu memberikan pelayanan pendidikan secara gratis dan berkualitas. Wallahualam bissawab. [GSM-Luth/MKC]