Infrastruktur Transportasi Indonesia Belum Merata
Opini
Infrastruktur transportasi tersebut akan dibangun
berdasarkan keuntungan ekonomi
___________________
Penulis Nurlina Basir, S.Pd.I
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Miris sekali melihat kondisi negeri ini yang semakin tak menentu. Banyaknya fakta-fakta yang ada di depan mata semakin memprihatinkan saja.
Seperti perihal pembangunan infrastruktur transportasi yang belum juga merata di berbagai pelosok tanah air (khususnya di daerah). Padahal transportasi merupakan bagian yang sangat penting untuk menghubungkan antarwilayah, bisa menjadi faktor pendukung dalam pengembangan ekonomi, dan pembangunan daerah. Bahkan seperti urat nadi untuk membangun ekonomi rakyat.
Melalui media informasi yang bergulir begitu cepat, kita bisa menyaksikannya di berbagai daerah terutama bagian pelosok sana. Kondisi jalan yang berlumpur dan tidak rata, ada bidan-bidan di daerah Riau melakukan kunjungan, tapi justru menumpang di kendaraan alat berat untuk menjalankan tugasnya mengunjungi pasien ibu-ibu hamil. (tribunnews.com)
Ada pasien yang harus ditandu oleh masyarakat untuk bisa melintasi jalan yang berbukit-bukit hingga ia bisa mengakses rumah sakit. Ada juga jalanan amblas, jalan berlumpur karena tidak berkualitas, dan masih banyak lagi lainnya. (jatim.tribunnews.com)
Inilah kondisi infrastruktur transportasi di negeri ini, walau ada daerah yang mengusulkan perbaikan setiap tahunnya, tapi tidak cair juga hingga bertahun-tahun. Perbaikan tambal jalan pun seringkali dilakukan di akhir tahun. Ini membuktikan bahwa secara kualitas memang belum juga terjamin.
Alasan yang Terus Berulang
Alasan yang paling sering disampaikan adalah terkait keadaan geografis dan topografi Indonesia yang beragam dengan keterbatasan anggaran pembiayaannya. Apakah ini alasan yang mendasar atau alasan yang terus berulang?
Keadaan geografis Indonesia bahkan sebelum merdeka sudah demikian. Negara ini terdiri lebih dari 16.671 pulau yang terbentang dari Sabang hingga Merauke. Tentu di dalamnya terdapat wilayah daratan, lautan, pegunungan bahkan lembah. Daerah pedalaman pegunungan tentu ada yang berpenduduk. Mereka butuh akses jalan transportasi yang memadai.
Masyarakat di daerah tentu punya kebutuhan yang sama dengan di perkotaan. Namun, sepertinya ada ketimpangan yang terjadi. Di pusat kota senantiasa diberikan perhatian fasilitas yang baik, tapi tidak sebaliknya. Padahal mereka yang di daerah sangat merasakan sulitnya akses untuk bisa sampai ke daerah yang lain.
Sebenarnya alasan ini tidak bisa lagi dibenarkan karena sudah terlampau lama. Harusnya menjadi sebuah objek analisis untuk memecahkan masalah dasarnya. Jangankan kondisi geografis, anggaran yang kurang bisa diatasi yang penting bisa melihat permasalahan dasarnya.
The Real Problem
Problem sebenarnya adalah persoalan buruknya asas kepengurusan negara atau kepemimpinan yang bersumber dari pandangan sekuler. Sebuah pandangan yang memisahkan antara agama dan kepemimpinan politik dalam mengurus serta menjaga rakyat.
Tidak adanya pemahaman yang melahirkan kesadaran bahwa pemimpin adalah pengurus dan pelayan umat. Melayani kebutuhan-kebutuhannya seperti penyediaan infrastruktur yang memadai. Bukan hanya menempatkan dirinya sebagai regulator dan fasilitator untuk memuluskan kepentingan para pemodal (oligarki). Selain itu, bertindak sebagai pebisnis yang memberikan pemenuhan hak rakyat dengan hitungan untung rugi.
Infrastruktur transportasi tersebut akan dibangun berdasarkan keuntungan ekonomi dengan model investasi atau dengan utang yang pasti berbunga. Proyek-proyek pembangunan jalan sarat akan modal investasi yang datang dari para konglomerat negeri ini walaupun ada yang datang dari pembiayaan APBN.
Abainya terhadap usulan perbaikan jalan oleh rakyat yang berulang, bahkan diajukan setiap tahun menjadi bukti bahwa penguasa tidak memberikan perhatian penuh atas kebutuhan rakyat. Lalu alasan kurangnya anggaran bagaimana?
Mekanisme Pembiayaan dalam Islam
Islam memiliki mekanisme pembiayaan infrastruktur yang menjadi haknya seperti fasilitas jalan yang baik sebagai berikut: Pertama, dari fa’i dan kharaj. Kedua, dari kepemilikan umum mencakup pendapatan dari pengelolaan SDA. Ketiga, dari zakat.
Dari poin dua saja Indonesia sangat mungkin bisa didapatkan sumber itu. Negeri ini memiliki SDA yang sangat mumpuni. Ada tambang, emas, perak, tembaga, nikel, timah, dan lain sebagainya. Ada sederet perusahaan tambang, tapi banyak dari itu yang dikelola oleh swasta asing maupun lokal.
Indonesia punya Papua penghasil emas terbesar di dunia. Namun, dikelola oleh PT Freeport asal Amerika. Pada periode Januari hingga November 2023 saja, ia menghasilkan 1,6 miliar pon tembaga dan 1,9 juta ons emas. Lalu PT Aneka Tambang yang terbesar di Pongkor, Jawa Barat pada tahun 2021 Antam menghasilkan emas hingga 1.690 kilogram. PT Bumi Resources Minerals Tbk di Poboya, Palu dengan izin hingga tahun 2050, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Padahal itu semua adalah milik rakyat yang harus dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat berupa tersedianya layanan fasilitas publik. Tidak boleh dikuasai oleh swasta apalagi asing. Inilah penetapan yang sesuai dengan syariat. Negara dalam Islam memiliki banyak sumber pemasukan anggaran yang memungkinkan negara membangun sarana transportasi secara mandiri tanpa bergantung pada swasta maupun asing.
Ketakwaan individu seorang pemimpin membuat mereka bekerja dengan sepenuh hati mengurus umat. Karena mereka sadar bahwa kepemimpinan mereka akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.
Jangankan manusia, hewan pun bahkan menjadi perhatian, khawatir jika di jalan mereka tergelincir akibat jalanan yang rusak. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]