Ironis Kapitalisasi Pendidikan, Siswa Jadi Korban
Opini
Pendidikan seakan menjadi modal usaha bagi kapitalis
yang setiap harinya selalu memikirkan pengembalian modalnya
________________________
Penulis Siti Nurtinda Tasrif
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Urgensi Pendidikan
Pendidikan merupakan kebutuhan primer yang secara umum harus didapatkan oleh seluruh rakyat, terkhusus bagi negara Indonesia.
Karena pendidikan adalah awal untuk memulai segala hal, termasuk untuk meraih kebangkitan diri melalui pemikiran dan juga dapat membangun masyarakat. Bahkan membangun dunia yang lebih baik. Hal ini semua bisa dicapai melalui pendidikan bukan yang lain.
Sebagai negara berkeadilan, harusnya pendidikan ini menjadi objek yang harus diperhatikan. Baik bibit, bebet, bobotnya, terutama dalam hal kualitas dan fasilitas. Karena semua ini dapat menunjang pendidikan yang akan menghasilkan para cendekiawan bahkan ilmuwan sehingga Indonesia tidak akan ada namanya kekurangan sumber daya manusia yang dapat membangun negara.
Artinya, Indonesia tidak akan punya pemikiran untuk menyewa tenaga kerja asing untuk mengelola segala sumber daya alam yang ada di Indonesia. Maka tujuan ini harus menjadi perhatian sehingga tujuan ini dapat dijadikan tolok ukur untuk menjamin pendidikan bagi setiap masyarakat. Indonesia juga berkewajiban untuk memberikan pendidikan yang aman dan nyaman tanpa memberatkan masyarakat dengan berbagai pembiayaan dan administrasi.
Namun amat disayangkan, hal tersebut ternyata terjadi. Di mana sebuah pendidikan melakukan tindakan yang merugikan siswanya karena pembiayaan yang belum diselesaikan.
Sebagaimana yang penulis kutip dari media (kumparannews.com, 11-01-2025) bahwasanya seorang siswa SD yang berinisial M dihukum oleh wali kelasnya karena menunggak pembayaran SPPnya. Karena hal ini, wali kelasnya menghukum siswanya dengan tidak menerima raportnya, bahkan selama pelajaran, siswa itu dihukum belajar di lantai. Hal ini tidak berlaku sehari, namun sampai tiga hari.
Masalah ini menuai kekecewaan dari wali murid atau ibu dari siswa M sehingga ibu tersebut mendatangi sekolah dan pergi membayarkan SPPnya. Kemudian hal ini juga direspons langsung oleh kepala sekolahnya yaitu Juli Sari menegaskan pihaknya tidak mempunyai aturan melarang siswa belajar saat SPP menunggak seperti yang diterapkan oleh wali kelas M yakni Hariyati. Menurut Juli, Hariyati membuat aturan sendiri tanpa koordinasi dengan pihak sekolah.
“Sebenarnya anak itu tidak menerima raport karena belum melunasi SPP. Tapi tidak jadi permasalahan sebenarnya. Wali kelasnya membuat peraturan sendiri di kelasnya bahwa kalau anak tidak ada menerima raport tidak boleh menerima pelajaran tanpa kompromi dengan pihak sekolah,” sambungnya.
Untuk itu, insiden ini terjadi lantaran miskomunikasi antara pihak sekolah, wali kelas, dan orang tua korban. Ia pun menyampaikan permohonan maaf.
Pendidikan Kapitalistik
Inilah potret pendidikan sekarang, bukannya menciptakan generasi yang cendekiawan dan ilmuwan dengan kualitas dan fasilitas. Malahan pendidikan dijadikan sebagai komoditas semata. Pendidikan seakan menjadi modal usaha bagi para kapitalis yang setiap harinya selalu memikirkan pengembalian modalnya. Baik untuk pembangunan, fasilitas dan kualitas.
Tidak hanya sampai di situ, negara pun mulai menjadi egois. Dengan menjadikan setiap sekolah bisa mandiri, seakan mengisyaratkan untuk pembentukan pendidikan dengan otonomi sendiri. Maka bagi sekolah, untuk dapat bertahan hidup hanyalah menaikkan segala jenis pembiayaan termasuk biaya sekolahnya setiap tahun, tanpa memedulikan mampu atau tidaknya masyarakat.
Hal ini terjadi akibat sistem tata negara mengelola seluruh peraturan yang ada di dalam negeri yaitu, kapitalisme. Kapitalisme menjadikan seluruh aspek merupakan kebutuhan bagi rakyat menjadi komoditas yang berhak untuk mendapatkan materi daripadanya. Hal ini juga termasuk dalam masalah pendidikan.
Pendidikan sendiri sudah lama dikapitalisasi oleh sistem ini sehingga wajar jika segalanya berorientasi untuk materi. Wajar pula jika banyak sekali anak-anak yang tidak terpenuhi haknya dalam berpendidikan karena besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Maka masalah ini menjadi sangat ironis, apabila meningkatkan angka kebodohan bahkan kemiskinan akibat mahalnya pendidikan. Hal ini terus menjadi dilema tanpa tahu kapan akan diselesaikan atau bahkan akan terus dipertahankan.
Kapitalisasi yang berasaskan sekularisme telah berhasil memengaruhi dunia. Menjadikan jiwa masyarakat terpisah dengan agamanya yaitu Islam. Menjadikan setiap individu yang memikirkan dunia, bahkan dalam aspek yang sangat penting bagi hajat hidup manusia pun ikut jadi komoditas. Karena dalam kapitalisme halal dan haram itu diatur menurut kejeniusan manusia bukan hukum Allah Swt..
Pendidikan dalam Islam
Berbeda dengan kapitalisme yang menjadikan pendidikan sebagai komoditas. Islam ternyata memiliki tata kelola yang sebaliknya. Di mana dengan tujuan kemaslahatan bagi seluruh masyarakat, maka pendidikan pun di desain untuk memenuhi kebutuhan warganya. Baik dalam tujuannya untuk mencetak generasi yang berkepribadian Islam, yaitu memiliki pola pikir dan pola sikap Islam dengan harapan standarisasi halal dan haram menurut apa yang ditetapkan Allah Swt..
Alhasil, pendidikan dibebaskan dari pembiayaan yaitu digratiskan. Bahkan tidak diberatkan dengan administrasi yang sangat panjang, rumit, dan butuh proses dokumen yang sangat lama. Hal ini menjadikan Islam sebagai sistem yang berhasil dalam penerapannya. Di mana dalam tinta sejarah telah menghasilkan banyak sekali ilmuwan dan cendekiawan yang cerdas serta mumpuni dalam bidangnya.
Hal ini bukan semata karena materi, tapi tujuan membumikan Islam ke seluruh dunia. Menjadikan Islam sebagai satu-satunya sistem yang berhasil menciptakan ulama dan ilmuwan yang berkualitas, bahkan negara-negara di dunia pun tidak meragukan hal tersebut. Hal ini karena Islam merupakan sistem yang berasal dari Sang Pencipta yaitu Allah Swt., bukan dari manusia.
Seluruh kemaslahatan diambil berdasarkan Al-Qur'an dan sunah. Sebagaimana sabdanya Rasulullah saw.,
"Menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap muslim." (HR. Ibnu Majah)
Karena kewajiban inilah, negara sebagai pengurus rakyat menjadikan pendidikan bisa dilaksanakan oleh setiap muslim untuk menjalankan kewajibannya bisa terlaksana dengan baik. Tanpa harus memikirkan mengenai segala jenis pembiayaan yang ada. Kemudian hanya fokus untuk meraih ilmu sebaik-baiknya.
Khatimah
Islam menjadikan manusia hidup mulia, darinya masyarakat akan merasakan bagaimana penerapan Islam yang sebenarnya. Maka harus disadari, dengan hidup dalam sistem kapitalisme tidak akan membawa kemaslahatan apalagi keberkahan. Karena orientasinya hanya untuk materi tidak peduli halal ataukah haram.
Berbeda dengan Islam yang orientasinya adalah mendapatkan rida Allah dunia dan akhirat. Maka segalanya akan berfokus untuk semakin meningkatkan ketakwaan kepada-Nya. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]