Alt Title

Kenaikan UMK 2025 Kabupaten Bandung Capai 6,5%

Kenaikan UMK 2025 Kabupaten Bandung Capai 6,5%

 


Sistem upah dalam sistem kapitalis sekuler

yaitu tenaga kerja dipandang sebagai komoditas yang diperjualbelikan di pasar tenaga kerja


____________________




KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Berdasarkan surat keputusan Gubernur (Kepgub) Jabar Nomor 561.7/Kep.798-Kesra/2024 yang ditandatangani oleh (Pj) Gubernur Jabar Bey Triadi Machmudin, pemerintah resmi menaikan UMK 2025 sebesar 6,5 persen. (jabarekspres.com, 19-12-2024)


Bupati Bandung Dadang Supriatna menjelaskan jika kenaikan UMK kabupaten Bandung ini sebesar Rp229.317 dari 6,5 persen. Besaran UMK dari 27 Kabupaten dan Kota UMK paling tinggi yaitu kota Bekasi sebesar Rp5.690.752,95 dan paling rendah kota Banjar Rp2.204.754,48 sedangkan untuk Kota Bandung sebagai ibu kota Jawa Barat sebesar Rp4.482.917,09. Keputusan kenaikan UMK ini diambil karena beberapa faktor di antaranya tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kebutuhan hidup layak (KHL).


Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung memastikan bahwa pihaknya akan mengawasi ketat penerapan UMK 2025 ini. Jika terdapat perusahaan yang tidak mengikuti keputusan terkait kenaikan hal ini, akan dilakukan pembinaan atau dilaporkan langsung ke pengawas ketenagakerjaan dan dikenakan hukuman pidana penjara 1-4 tahun atau denda Rp100 juta sampai Rp400 juta. 


Pengawasan terhadap penerapan UMK ini bertujuan untuk melindungi hak-hak pekerja sehingga mereka mendapatkan upah yang sesuai dengan standar minimum yang telah ditetapkan. Hal ini penting karena upah yang layak tidak hanya berdampak pada kesejahteraan pekerja, tetapi menjadi salah satu indikator keadilan dalam hubungan industrial.


Adapun sistem upah dalam sistem kapitalis sekuler yaitu tenaga kerja dipandang sebagai komoditas yang diperjualbelikan di pasar tenaga kerja. Pemilik modal membayar upah kepada pekerja sebagai imbalan atas waktu, tenaga, dan keterampilan yang mereka berikan untuk menghasilkan barang atau jasa. Pemerintah dalam sistem ini sering menetapkan upah minimum untuk melindungi pekerja dari eksploitasi. Namun, upah minimum sering kali dianggap tidak mencukupi kebutuhan dasar.


Sistem kapitalis sekuler ini cenderung menciptakan ketimpangan ekonomi, dimana pemilik modal memperkaya diri sendiri sementara para pekerja tetap berada pada tingkat ekonomi yang lebih rendah, serta lebih menekankan pada efisiensi ekonomi dan keuntungan pemilik modal atau perusahaan namun mengabaikan keadilan dan kesejahteraan para pekerja.


Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam, prinsip yang digunakan dalam pemberian upah bagi pekerja dilandaskan berdasarkan keadilan, keseimbangan, dan kemaslahatan bersama. Konsep upah dalam Islam tidak menentukan nominal, tetapi didasarkan kepada beberapa pedoman, yaitu:


Pertama, kesesuaian dengan kebutuhan di mana upah harus mencukupi kebutuhan dasar pekerja dan keluarganya.


Kedua, sesuai kesepakatan yaitu upah ditentukan berdasarkan musyawarah antara pemberi kerja dengan pekerja, dengan syarat tidak ada unsur paksaan atau eksploitasi.


Ketiga, upah harus sesuai dengan jenis pekerjaan, tingkat kesulitan, dan kontribusi yang diberikan.


Islam melarang segala bentuk eksploitasi dalam bentuk apa pun, misal menunda pembayaran upah tanpa alasan yang jelas. Sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw. yaitu: “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum keringatnya mengering.” (HR. Ibnu Majah) 


Adapun tujuan sistem upah dalam Islam adalah menciptakan keseimbangan sosial, mengurangi kesenjangan ekonomi, dan menjaga keharmonisan antara pekerja dan pemberi kerja. Hal ini sejalan dengan maqashid syariah, yaitu menjaga harta, jiwa, dan kesejahteraan manusia. 


Dengan demikian, sistem upah dalam pemerintahan Islam berfokus pada tercapainya keadilan dan kesejahteraan bagi semua yang terlibat. Hanya dengan penerapan syariat Islam secara kafah, kesejahteraan umat dapat terwujud secara nyata. Wallahuallam bissawab. [Dara/MKC]


Seni Rosdiana