Alt Title

Perda Berantas L687, Efektifkah?

Perda Berantas L687, Efektifkah?

 



"Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah,"

diharapkan bisa menjadi solusi untuk memberantas penyakit masyarakat, terutama L687 di Ranah Minang

____________________________


Penulis Yuli Yana Nurhasanah

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - DPRD Provinsi Sumatra Barat sedang mengkaji rencana pembentukan perda (peraturan daerah) untuk memberantas penyakit masyarakat di Ranah Minang, terutama L687 (lesbian, gay, biseksual, dan transgender).


Penyakit menyimpang ini berkaitan erat dengan HIV/AIDS. DPRD setempat juga mendesak pemerintah untuk melakukan pencegahan penyakit menular tersebut dengan memasifkan sosialisasi lewat publikasi seperti videotron milik pemerintah dan baliho.


Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang, Dr. Srikurnia Yati mengungkapkan bahwa total tercatat 308 kasus HIV di Kota Padang. Di mana, sebagian kasus berasal dari luar kota sebanyak 166 kasus. Sementara yang merupakan warga Kota Padang tercatat 142 kasus. Dinas Kesehatan Kota Padang mencatat bahwa kasus tertinggi, yakni 40 kasus berada di Kecamatan Koto Tengah, dan di Kecamatan Lubuk Galung tercatat 22 kasus.


Salah satu penyebab utama meningkatnya angka HIV di Kota Padang adalah perilaku menyimpang LSL (lelaki seks lelaki). Dinas Kota Padang menemukan bahwa separuh kasus menyerang rentang usia 24 hingga 45 tahun yang masuk dalam kategori individu usia produktif. (sumbar.antaranews.com, 04-01-2025)


L687 Buah dari Sistem Sekuler


Adanya rencana pembentukan peraturan daerah (perda) di daerah yang terkenal dengan filosofi "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah," diharapkan bisa menjadi solusi untuk memberantas penyakit masyarakat, terutama L687 di Ranah Minang.


L687 adalah buah dari sistem sekuler yang diterapkan saat ini. Sekularisme melahirkan HAM yang memungkinkan masyarakat untuk bebas menentukan keinginan dan kehendak mereka sendiri, termasuk menentukan orientasi seksual, tanpa peduli meski itu menyalahi kodrat sebagai manusia. Sistem saat ini menumbuhsuburkan kemaksiatan.


Aturan yang Berbeda-beda


Adanya rencana pembentukan peraturan daerah untuk memberantas L687 adalah keinginan yang sangat baik. Namun, hal ini tidak akan efektif. Sudah begitu banyak perda syariat yang dibuat daerah, tetapi terus-menerus dipermasalahkan oleh pihak-pihak tertentu. Bahkan ada peraturan yang dibatalkan oleh pemerintah pusat dengan alasan kebijakan bertentangan dengan pemerintah pusat.


Apalagi yang menjadi acuan dalam sistem demokrasi sekuler saat ini bukan lslam, tetapi HAM sehingga tak ada tempat bagi penerapan syariat lslam kafah. Solusi permasalahan manusia tidak akan pernah tuntas dengan asas yang batil karena bersumber dari akal manusia yang lemah.


Akar permasalahan munculnya penyimpangan seksual saat ini adalah buah dari ideologi sekularisme yang sekarang diadopsi oleh Indonesia. Masyarakat sekuler memandang wanita maupun pria hanya sebatas pemuasan naluri. Ketika tidak puas dengan lawan jenis, mereka berpikiran bebas dan sah-sah saja saat melakukan hubungan dengan sesama jenis, bahkan dengan hewan sekalipun.


Sistem saat ini menjadikan manusia tidak terikat dengan aturan Sang Pencipta sehingga manusia hidup bebas jauh dari agama. Bagi mereka, aturan agama dianggap tidak memiliki wewenang untuk mengatur kehidupan manusia di dunia. Agama hanya dianggap sebagai ritual saja dan aturan kehidupan diatur berdasarkan pemikiran manusia yang lemah dan terbatas. 


Kondisi ini diperparah dengan kemajuan teknologi, di mana industri pornografi semakin subur dan konten 18+ di dunia maya yang mudah diakses. Semua kemudahan ini seakan menjadi stimulus seksual yang mendorong manusia memenuhi hasrat mereka secara bebas dan membabi buta serta menormalisasi penyimpangan.


Paradigma sekuler menjadi spirit bagi negara dalam menerapkan berbagai kebijakan dalam sistem sosial masyarakat dan bernegara. Di mana, kaum L687 seakan diberi ruang kebebasan. Apalagi sebagian negara sudah melegalkan pernikahan sesama jenis.


Aturan-aturannya mengabaikan dampak sosial dan kesehatan sehingga adat ketimuran tergerus oleh gaya kebarat-baratan. Dunia tidak mampu membendung dan mencegah arus kaum L687 yang menyebar bak virus. Gaya hidup bebas semakin meluas, meminggirkan aturan Sang Pencipta, dan memisahkan agama dari kehidupan, itulah sekularisme.


L687 dalam Pandangan Islam


Dalam Islam, naluri seksual adalah salah satu potensi alamiah yang ada pada manusia (gharizah nau/naluri melestarikan keturunan) sehingga dalam penyalurannya ada ketentuan dan aturannya. Bagi orang muslim, untuk menyalurkan gharizah nau harus melalui tahap pernikahan dan dengan lawan jenis.


Muslim dilarang melakukan hubungan dengan lawan jenis tanpa adanya pernikahan. Diharamkan pula bagi seorang muslim melakukan hubungan dengan sesama jenis walaupun melalui tahap pernikahan. Hal ini tentu saja berperan untuk menghindari penyakit masyarakat seperti L687 dan kejahatan seksual yang sering terjadi di tengah masyarakat.


Peran negara sangat dibutuhkan dalam kondisi seperti ini. Negara wajib melindungi rakyatnya dengan mengontrol berbagai konten dan informasi media yang bisa menstimulasi syahwat masyarakat banyak yang bisa menyesatkan pemikiran dan perasaan sehingga masyarakat mudah menormalisasi suatu penyimpangan. 


Negara akan menerapkan hukum yang mengatur sanksi kepada perilaku seksual yang menyimpang dan pelaku zina. Rajam adalah hukuman bagi pelaku muhshan (sudah pernah menikah) dan cambuk 100 kali bagi ghairu muhshan (belum pernah menikah). Untuk pelaku homoseksual hukumannya adalah hukuman mati. 


Sabda Rasulullah saw., "Siapa saja yang kalian jumpai melakukan perbuatan kaum Nabi Luth as, maka bunuhlah pelaku dan pasangannya." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah)


Untuk pelaku lesbi serta perilaku penyimpangan seksual lainnya, sanksinya diserahkan kepada khalifah. Adapun sabda Rasulullah saw., "Lesbi (sihaaq) di antara wanita adalah (bagaikan) zina di antara mereka." (HR. Thabrani)


Sanksi atau hukuman mati bagi kaum homoseksual ada perbedaan mengenai aspek teknisnya. Sebaiknya dibakar hidup-hidup, menurut Ali bin Abi Thalib r.a., mereka harus mencari gedung yang paling tinggi, kemudian mereka dilemparkan hingga jatuh. Begitu menyentuh tanah, dilempari batu sampai mati, menurut Ibnu Abbas r.a.. Adapun menurut Utsman bin Affan r.a. dan Umar bin Al-Khattab r.a. dengan dilempar ke tembok hingga mati. 


Para sahabat Nabi memang mempunyai pandangan berbeda mengenai sanksi yang diterapkan, namun semua sepakat bahwa kaum homoseksual dan lesbian dijatuhi hukuman mati, menurut Syekh Abdurrahman al-Maliki dalam kitab Nizham al-Uqubat.


Hukuman atau sanksi dalam Islam akan menggugurkan siksa di akhirat bagi si pendosa. Di mana hukuman di akhirat akan lebih berat dibandingkan sanksi di dunia. Hukuman dalam Islam berfungsi sebagai penebus (jawabir) dan pencegah (zawajir). Dikatakan penebus karena sanksi yang dijatuhkan akan menggugurkan hukuman  di akhirat. Sedangkan disebut pencegah karena akan mencegah orang lain melakukan tindakan dosa tersebut karena takut akan hukuman yang berlaku.


Menjadi kewajiban kita umat Islam untuk melawan segala jenis propaganda yang mengatasnamakan HAM seakan membela kaum L687. Namun, sesungguhnya mereka membawa manusia menuju kerusakan dan kesesatan. 


Semua agama melarang penyimpangan orientasi seksual ini, terlebih lagi di dalam agama Islam. Umat Islam, khususnya di Indonesia, harus sadar bahwa L687 merusak kelestarian manusia dan ini adalah perbuatan yang sangat keji di mana Allah Swt. dan Rasulullah saw. melaknat penyimpangan tersebut.


Urgensitas penerapan syariat Islam sangat dibutuhkan saat ini. Di mana konsep dan seperangkat aturan mengatur hubungan antara wanita dan pria dalam bingkai Islam. Ini diperlukan untuk menghadang dan melawan gerakan global yang destruktif dan berbahaya, terutama bagi umat Islam dan umumnya umat manusia di dunia.


Penerapan aturan Islam memiliki tiga pilar: 


Pertama, individu senantiasa membentuk ketakwaan. 


Kedua, masyarakat yang saling menasihati dan menciptakan lingkungan Islami.


Ketiga, peran negara yang menindak tegas para pelaku dengan memberikan hukuman sesuai dengan syariat Islam yang berfungsi untuk mencegah dan menebus dosa manusia di dunia. 


Semua hal tersebut akan terwujud hanya dengan mewujudkan sistem Islam. Di mana aturan yang diterapkan adalah berdasarkan Al-Qur'an dan sunah. Wallahualam bissawab. (Luth-Dara/MKC)