Perda Syariah di Bawah Hukum Jahiliyah
Opini
Kebebasan yang diagung-agungkan telah membuat manusia
mencari kepuasan syahwat tanpa ada batasan
______________________
Penulis Umi Lia
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Member Akademi Menulis Kreatif
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Demi mengatasi penyakit masyarakat yang meresahkan, DPRD Sumatra Barat (Sumbar) sedang mengkaji rencana pembentukan peraturan daerah (Perda). Harapannya perilaku menyimpang seperti LG6T yang berkaitan erat dengan penyakit HIV/AIDS bisa segera terselesaikan dengan efektif.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang Sri Kurnia Yati mengatakan bahwa dari 308 orang pengidap HIV. 53,8 persen atau sebanyak 166 jiwa di antaranya berasal dari luar dan 142 lainnya merupakan warga kota Padang. Lebih dari separuhnya menjangkiti individu usia produktif (24-45 tahun). Penyebab utamanya adalah perilaku lelaki seks lelaki (LSL). (antaranews.com, 4-1-2025)
Menurut Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatra Barat Nanda Satria perda pemberantasan LG6T sudah diberlakukan di Sumbar. Ia menganggap bahwa pemerintah provinsi harus melakukan hal yang sama. Karena sangat ironis di daerah yang dikenal dengan filosofi "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah," justru marak akan perilaku menyimpang seperti kaum sodom.
Perda Syariah Kurang Efektif
Sejak era reformasi, setiap daerah diberi wewenang untuk mengatur pemerintahannya dan kehidupan warganya. Dari sini muncul perda-perda yang bernuansa keagamaan. Sebenarnya ada empat alasan yang mendorong dibuatnya kebijakan. Pertama, karena amanat peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Kedua, untuk melaksanakan kebijakan perencanaan pemda. Ketiga, merealisasikan otonomi. Keempat, karena kebutuhan dan kondisi setempat yang bersifat lokal.
Perda-perda syariah umumnya muncul karena alasan yang keempat yaitu dalam rangka mengakomodasi kebutuhan lokal. Dengan demikian, wajar ada beberapa daerah yang mengeluarkan peraturan yang bernuansa keagamaan seperti di Sumbar.
Di satu sisi, adanya keinginan untuk memberantas LG6T mungkin bisa dianggap langkah baik, hanya saja tidak efektif sebab sudah banyak undang-undang yang berbau syariah ditentang pihak-pihak tertentu. Bahkan dibatalkan pemerintah pusat karena dianggap tidak sesuai dengan kebijakan pusat.
Demokrasi: HAM Vs Syariah
Apalagi dalam sistem demokrasi sekuler bukan syariah yang dijadikan acuan, melainkan hak asasi manusia (HAM). Agama dianggap urusan pribadi tidak boleh mengatur masalah publik.
Berbagai permasalahan yang muncul di tengah masyarakat akhirnya diselesaikan dengan mengandalkan akal pikiran manusia yang lemah. Alih-alih berkurang, kasus LG6T di dunia ini makin mengkhawatirkan dan susah diberantas. Keadaan ini diperparah oleh adanya propaganda masif yang disponsori Amerika dan badan dunia seperti PBB.
Pengikut kaum sodom ini sudah lama eksis dan terus mencoba memanipulasi fakta dengan mengatakan bahwa gay itu karena faktor genetis. Pernyataan ini dikuatkan oleh peneliti-peneliti yang pro LG6T. Namun, pada tahun 1999 ada penelitian yang hasilnya tidak mendukung teori hubungan gen dengan homoseksualitas.
Jadi, perilaku mereka sebenarnya adalah sebuah penyimpangan dan kejahatan yang harus diberantas sampai ke akar-akarnya. Hanya saja di sistem sekuler kapitalisme yang diadopsi Indonesia sekarang, perbuatan yang menyimpang ini tidak bisa diberantas. Justru sistem ini menumbuhsuburkan keberadaannya.
Dalam sistem sekuler, makna kebahagiaan selain mendapatkan materi sebanyak-banyaknya, juga kepuasan yang bersifat jasadi. Kebebasan yang diagung-agungkan telah membuat manusia mencari kepuasan syahwat tanpa ada batasan. Berbagai penyimpangan wajar terjadi.
Bagaimana tidak tumbuh subur? Perilaku menyimpang malah harus dirangkul dengan alasan HAM karena dianggap tidak berbahaya apalagi dosa. Apa jadinya jika Allah Swt. tidak menurunkan Islam sebagai pedoman hidup manusia?
Sistem Islam Adalah Solusi
Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan penjagaan yang sempurna untuk eksistensi dan kemuliaan manusia. Agama ini mengharamkan perilaku LG6T karena merupakan perbuatan keji, merusak tatanan sosial, dan bisa menghancurkan moral. Allah Swt. menciptakan makhluknya berpasang-pasangan, hanya dalam gender laki-laki dan perempuan, tidak ada jenis ketiga. Tujuannya untuk melestarikan keberadaannya di muka bumi ini.
Sebaliknya, keberadaan kaum gay dan lesbian menyalahi fitrah dan meniadakan pelestarian keturunan. Bahkan yang ada memunculkan penyakit menular yang mengerikan. Oleh karena itu, hukum Allah sangat tegas untuk mereka yaitu dihukum mati bagi LSL dan hukuman takzir bagi pasangan perempuan suka perempuan.
Islam mengantisipasi perilaku menyimpang dengan melarang lelaki berpenampilan seperti perempuan, misalnya waria atau transgender dan sebaliknya. Negara akan menghukum mereka dengan sanksi pengasingan ke wilayah yang jauh dari keramaian. Pemberlakuan hukum Allah yang tegas oleh penguasa yang adil ini akan meminimalisasi munculnya perilaku menyimpangan.
Selanjutnya, pribadi-pribadi yang hidup di negeri tersebut akan terkondisikan menjadi orang-orang yang taat dan patuh pada agama. Dengan demikian, bukan perda syariah yang bisa menyelesaikan masalah LG6T, tetapi penerapan aturan Allah yang pernah dipraktikan Rasul-Nya.
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik dibandingkan dengan hukum Allah bagi kaum yang yakin?" (TQS. Al-Maidah: 50)
Indonesia yang mayoritas muslim dan dunia pada umumnya butuh penerapan hukum Allah Swt. yang tegas dan menjerakan. Pemimpin-pemimpin yang ada saat ini tidak bisa menyelesaikan masalah apa pun dengan tuntas. Apalagi kerusakan akibat perilaku LG6T sudah sangat mengkhawatirkan. Tumbuh subur karena ada pihak-pihak yang mendukung keberadaannya.
Oleh karena itu, umat butuh pemimpin yang berani menerapkan syariah yang akan memberantas pengikut kaum sodom ini. Penerapan Islam kafah merupakan jaminan keamanan dan keberkahan bagi seluruh alam. Wallahualam bissawab. [Eva-Dara/MKC]