Alt Title

PPN 12%, Benarkah Tidak Akan Menyulitkan Rakyat?

PPN 12%, Benarkah Tidak Akan Menyulitkan Rakyat?



Akibat dari pengelolaan SDA yang tidak benar 

menjadikan negara harus bergantung kepada pajak


___________________


Penulis Rismawati Aisyacheng

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Beberapa bulan terakhir ini masyarakat masih dihebohkan dengan adanya kenaikan PPN 12% yang dirancang oleh pemerintah sejak tahun 2024 lalu yang mengikuti pada amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang memiliki tujuan untuk menjaga daya beli masyarakat, menjaga inflasi rendah, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.


Karena adanya gejolak penolakan yang sangat besar di tengah-tengah masyarakat, membuat pemerintah akhirnya mengeluarkan keputusan bahwa pajak yang naik diperuntukkan untuk barang-barang mewah saja dan tidak berlaku bagi rakyat yang menengah ke bawah. 


Walaupun pemerintah memberikan alasan bahwa kenaikan PPN 12% yang diperuntukkan hanya barang mewah milik orang-orang kaya saja yang katanya hal itu sebagai bukti keberpihakan pemimpin kepada rakyat. Namun, ternyata barang-barang kecil yang sering dibeli rakyat kecil ternyata memiliki dampak akibat dari kenaikan PPN 12% tersebut. 


Sebagaimana yang di lansir oleh kompas.id (03-01-2025) bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai hanya berlaku atau diperuntukkan untuk barang mewah saja. Ternyata sejumlah barang dan jasa tetap ikut terdampak tarif PPN 12 persen ini. Kenaikan pungutan pajak itu terjadi pada sejumlah barang dan jasa yang sehari-hari cukup sering dibeli oleh masyarakat.


Misalnya, PPN atas kegiatan membangun dan merenovasi rumah, pembelian kendaraan bekas dari pengusaha penyalur kendaraan bekas, jasa asuransi, pengiriman paket, jasa agen wisata dan perjalanan keagamaan, dan hal-hal lainya. 


Pajak dalam Sistem Kapitalis


Dalam sistem kapitalis, masalah pajak adalah masalah yang urgen yang wajib ditunaikan oleh masyarakat untuk negara. Karena pajak menjadi salah satu sumber pemasukan utama untuk kas negara. Oleh karena itu, mau tidak mau, dan dalam kondisi apa pun negara akan terus memberlakukan pajak untuk mendapatkan pendanaan. 


Adapun hasil dari pajak akan disalurkan di berbagai sektor, yaitu dalam hal pembangunan infrastruktur, gajji guru, gaji ASN lainnya, IKM, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, penting bagi negara kapitalisme untuk terus mendapatkan dana dari hasil pajak. 


Negara kapitalisme seperti Indonesia, penghasilannya 80% didapat dari pajak sementara 20% dari SDA (Sumber Daya Alam) padahal Indonesia adalah negara yang memiliki SDA melimpah. Namun, SDA melimpah itu diserahkan ke asing. Akibat dari pengelolaan SDA yang tidak benar, menjadikan negara harus bergantung kepada pajak. 


Bagaimana Pajak dalam Sistem Islam? 


Dalam sistem pemerintahan Islam pemimpin itu adalah pelayan (raa’in). Oleh karena itu, pemimpin disebut laksana orang tua yang melayani anak-anaknya dengan baik. Menjadi orang tua yang bijaksana dan adil dalam segala hal.


Adapun negara bertugas memenuhi kebutuhan pokok setiap individu warga negaranya agar mendapatkan kesejahteraan di bawah kepemimpinannya. Karena itu, tugas pemimpin dan kepemimpinannya kelak akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah. 


Sebagaimana Rasulullah saw. pernah bersabda: "Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)


Adapun masalah pajak dalam sistem Islam tidak menjadi sumber utama penghasilan negara. Bahkan, tidak diwajibkan untuk seluruh masyarakat saat sedang diberlakukannya pajak tersebut. Adapun waktu pajak diberlakukan hanya saat kas negara kosong di Baitulmal. Pada saat itu, negara wajib mengambil pajak dari masyarakat.


Namun, pengambilan pajak tidak kepada orang yang tidak mampu melainkan hanya diperuntukkan kepada orang-orang yang kaya saja atau orang yang punya kelebihan harta dari yang mereka gunakan. Jika masalah kekosongan Baitulmal sudah membaik, pajak harus segera dihentikan oleh negara. 


Kenapa pajak tidak menjadi sumber penghasilan utama bagi negara yang berlandaskan sistem Islam seperti sistem kapitalis? Semua itu tiada lain karena sistem IsIam menerapkan pengelolaan SDA yang benar.


Di mana SDA tidak boleh diserahkan kepada asing atau swasta melainkan harus dikelola langsung oleh negara. Kemudian hasil dari SDA tadi dimasukkan ke Baitulmal lalu dikembalikan kepada rakyat. 


Oleh karena itu, jika menginginkan kepemimpinan yang menjalankan tugas sebaik mungkin yang tidak akan memberatkan masyarakat dalam masalah pajak. Satu-satunya cara adalah menerapkan sistem IsIam di tengah-tengah masyarakat sebab hanya sistem Islam yang bisa mengelola SDA dengan benar sehingga pajak tidak lagi menjadi sumber penghasilan utama dalam negara. Wallahualam bissawab. [Tri-Dara/MKC]