Refleksi dan Outlook PKAD, Pengamat Ekonomi: “Utang Membebani Rakyat dan Prospek Ekonomi 2025 Tidak Excited”
Reportase
Siapa pun pemimpinnya ketika sistem ekonomi itu tidak berubah
dan tidak sesuai dengan garis yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, pasti itu akan menjadi permasalahan
_______________________
KUNTUMCAHAYA.com, REPORTASE - PKAD—Menarik sekali gelaran Refleksi 2024 dan Outlook 2025 oleh Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD), Rabu (01-01-2025). Kehadiran Haris Islam, ST., SH., memberikan gambaran rangkuman ekonomi Indonesia.
“Kalau lihat data terkait dengan ekonomi Indonesia 2024 yang disajikan oleh BPS, semuanya ini ada satu pertumbuhan yang bagus. Jadi, kalau pertumbuhan ekonomi itu sekitar 5% cuman turun sekitar 0,02%. Kemudian angka pengangguran juga turun dari 25,9 juta menjadi 25,22 juta,” ungkap Haris mengawali pembicaraan.
Satu hal yang menjadi poin catatan prestasi pemerintah Indonesia adalah utang. Haris menilai utang Indonesia sekitar Rp530-an triliun dalam waktu 1 tahun kenaikannya. Data ini juga menjadi satu ukuran kondisi ekonomi Indonesia.
“Karena begini, utang itu kan sebagian pengamat mengatakan dipakai untuk akselerasi pembangunan. Tapi bagaimanapun utang-utang itu berdampak kepada masyarakat. Kenapa utang itu harus dibayar? Dan salah satu dampak dari masyarakat untuk membayar utang luar negeri dari pemerintah Indonesia adalah salah satunya dengan menaikkan pajak," sambung Haris.
Oleh karena itu, Haris menilai semakin besar utang pemerintah tentu akan semakin besar juga pajak yang akan ditarik dari rakyat. Kalau dari sisi utangnya ini tidak lebih baik.
“Nanti akan ada privatisasi aset. Jadi, beberapa aset-aset sumber daya rakyat juga akan menjadi korban. Ketika utang itu semakin besar gitu. Ini yang perlu kita waspadai dari satu sisi beban rakyat ini semakin berat," ungkap Haris dengan nada kecewa kepada kebijakan pemerintah.
Seperti diketahui sebelumnya, selama 5 bulan berturut-turut terjadi deflasi. Daya beli masyarakat juga menurun. Kemudian, pemberlakuan PPN 11% menjadi 12%. Dampak yang dirasakan bukan 1% tapi dampaknya ada sekitar 9%.
Haris menilai akan ada pelemahan daya beli masyarakat. Ketika daya beli masyarakat ini semakin lemah tentu nanti pertumbuhan ekonomi juga terhambat di tahun 2025.
“Propspek ekonomi 2025, saya tidak terlalu excited dengan apa yang menjadi cita-cita dari pemerintahan yang sekarang. Kenapa tidak terlalu excited? Jadi begini siapa pun pemimpinnya ketika sistem ekonomi itu tidak berubah dan tidak sesuai dengan garis yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, pasti itu akan menjadi permasalahan," bebernya sambil mengetengahkan pendapat.
Lanjutnya, itu menjadi sebuah masalah dan masalahnya adalah yang fundamental contoh-contoh tidak boleh berpikir bahwa kenaikan statistik seperti ini menjadi sesuatu yang baik.
“Karena, kenaikan statistik itu belum tentu diikuti dengan kenaikan kesejahteraan rakyat. Pandangan ekonomi Islam dengan pandangan ekonomi kapitalis itu sangat jauh berbeda. Sebagai contohnya adalah kalau ekonomi kapitalis itu bagaimana mereka mengukur kesejahteraan secara kolektif. Berbeda dengan ekonomi Islam yang mengukur secara individual," tandasnya.
Jadi, lanjut Haris, kalau Islam itu mengukur kesejahteraan rakyat individu orang per orang. Bukan kelompok per kelompok atau secara global. Islam memastikan agar setiap warga negara Islam makmur dan sejahtera. Setiap orang per kepala.
Berkaitan dengan target pertumbuhan ekonomi 8%, Haris pesimis dan mengatakan itu mustahil dicapai di tahun 2025. Namun demikian, bukan tidak mungkin jika pemerintah melakukan upaya hilirasasi pemberantasan korupsi. Kemudian, optimalisasi tanaman seperti kelapa sawit, singkong, tebu, untuk menggantikan impor migas yang ada di Indonesia.
Kembali, ia mengingatkan target penguasa itu bukan kesejahteraan kolektif dan bukan angka statistik. Begitupun kesejahteraan secara individual tidak bisa dicapai dengan baik, meskipun angka-angka statistiknya keren mentereng.
“Dari sisi kesejahteran rakyatnya tidak terjadi. Ternyata indah di data, tapi fakta cukup mengerikan" pungkasnya.
Acara ini mendapatkan perhatian luar biasa dari penonton yang hadir secara live di You Tube PKAD. Banyak komentar positif menggambarkan kebaikan acara ini.
Selain itu, hadir narasumber Fajar Kurniawan, MM, CSRA (Pengamat Kebijakan Publik), Budihardjo, S.H.I (Praktisi Hukum), Agus Kiswantono (Pengamat Politik), dan Ustaz Assadullah (Cendekiawan Muslim). Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]