Alt Title

Subsidi MBG Turun, Benarkah Bergizi?

Subsidi MBG Turun, Benarkah Bergizi?

 



Dalih kondisi anggaran makin menunjukkan bahwa negara

tidak memberikan solusi perbaikan gizi generasi


____________________


Penulis Marwana S, S.Kep.Ns

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Saat pemilihan presiden (Pilpres) 2024 pasangan Prabowo-Gibran mengampanyekan program makan bergizi gratis (MBG).


Mereka ingin memberi makan pada anak-anak dan ibu hamil demi memperbaiki kualitas sumber daya manusia. Pada 2 Januari 2025 mendatang, program MBG akan direalisasikan. Adapun target sasarannya adalah sebanyak 19,47 juta orang hingga akhir tahun depan. Pemerintah akan mengalokasikan dana sebesar Rp71 triliun. (kumparan.com, 29-12-2024)


Alasan Menurunkan Subsidi MBG


Awalnya program MBG dicanangkan sebanyak Rp15 ribu (per porsi). Lalu diturunkan menjadi Rp10 ribu dengan berbagai pertimbangan. Selama ini uji coba dilakukan di sejumlah daerah Rp15 ribu per anak per hari. Anggaran MBG turun 10 ribu rupiah memunculkan kesangsian akan tercapai tujuan.


Kiranya tidak cukup untuk memenuhi kualitas makanan bergizi di tengah tingginya inflasi dan naiknya harga-harga bahan makanan. Hal wajar pemerintah mengurangi alokasi program MBG, mengingat pemerintah menerapkan sistem kapitalis yang tidak memiliki sumber pendapatan yang kokoh. Utang dan pajak adalah sumber pendapatan utamanya.


Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkap bahwa di negeri ini pajak menyumbang 80% dari total APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Pendapatan negara hingga akhir Oktober 2024 mencapai Rp2.247,5 triliun atau mencapai 80,2% dari target APBN 2024.


Semua hal dibebani pajak, semakin besar jumlah pajak rakyat semakin menderita. Padahal hasil pajak itu digunakan untuk menggaji pejabat, membiayai urusan negara, membiayai program-program publik, termasuk program MBG. (mediakeuangan.kemenkeu.go.id, 13-11-2023)


Dalih kondisi anggaran makin menunjukkan bahwa negara tidak memberikan solusi perbaikan gizi generasi. Apalagi ada banyak proyek yang sebenarnya tidak membawa manfaat untuk rakyat. Kekayaan SDA negara seharusnya bisa menjadi sumber pemasukan negara yang dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat. Faktanya, standar UMR yang telah ditetapkan sangat rendah.


Inilah konsep negara dalam sistem sekuler kapitalisme. Rakyat harus berusaha sendiri untuk mendapatkan layanan terbaik, bahkan dengan harga yang sangat mahal. Semua ini karena negara hanya berperan sebagai regulator bukan pengurus rakyat.


Padahal itu semua adalah tanggung jawab negara. Selain itu, kualifikasi penerima program MBG juga terkategori zalim. Pasalnya, makanan bergizi adalah salah satu kebutuhan pokok seluruh rakyat. Bukan untuk anak-anak dan ibu hamil saja. Program tersebut seharusnya menyasar seluruh masyarakat.


Untuk mewujudkan negara yang kuat dan mandiri, dibutuhkan pula SDM yang kuat. Inilah sumber daya yang sangat penting dalam Islam. Meskipun penguasa kapitalisme telah nyata melakukan kezaliman.


Namun, mereka tidak malu mengglorifikasi tanggung jawab yang sudah semestinya menjadi tugasnya. Tanggung jawab itu dibuat seolah-olah pencapaian kerjanya. Demikianlah bentuk kezaliman penguasa dalam sistem kapitalisme, sudahlah memanipulasi cara kerja juga tidak mengurus rakyat dengan benar.


Konsep dan Mekanisme MBG dalam Sistem Islam 


Negara dalam sistem Islam tidak akan pernah kekurangan anggaran dalam mengurus seluruh kebutuhan rakyatnya. Khususnya dalam menyediakan makanan yang halal, tayib, dan bergizi sebab sistem Islam memiliki sumber pendapatan yang banyak dan kokoh. Dalam kitab Nizhamul Iqtishadi karya Syaikh Taqiyuddin An Nabhani menjelaskan bahwa lembaga keuangan negara Islam berdasarkan baitul mal yang memiliki tiga pos pemasukan:


Pertama, pos fai dan kharaj berasal dari harta ganimah, anfal, fai usyur, khumus kharaj status tanah, jizyah dan dharibah (pajak).


Kedua, pos kepemilikan umum berasal dari gas bumi, minyak, tambang, laut, mata air, listrik, pertambangan, hutan, sungai, perairan, serta aset-aset yang diproteksi negara.


Ketiga, pos zakat, negara mengalokasikan anggaran yang bersumber dari pos fa’i, kharaj, dan pos kepemilikan umum untuk keperluan mengurus rakyat dalam menyediakan makanan bergizi secara gratis. 


Dengan sumber pendapatan tersebut, negara sangat mampu dalam menyediakan makanan secara gratis, halal, tayib, dan pastinya bergizi untuk pelajar, ibu hamil bahkan seluruh warga negara. Hal ini dibuktikan dengan berbagai nama program makan gratis sepanjang penerapan sistem pemerintahan Islam.

 

Di masa Khalifah Umar bin Khattab r.a., Ad Darun ad Daqiq (rumah tepung) untuk para musafir. Sekolah di masa Khilafah Abbasiyah menyediakan makanan berupa roti, daging, kue, dan nafkah yang mencukupi kebutuhan seluruh siswanya. 


Adapun Adh Dhiyafah yakni hotel-hotel di masa Daulah Islam yang menyediakan makanan dan minuman gratis kepada orang fakir miskin dan musafir. Sajian makanannya berupa tiga uqiyah roti atau sebanding dengan satu kilogram roti, 250 gram daging yang telah dimasak, satu piring makanan, dan lain sebagainya.


Sejak abad ke-14 sampai abad ke-19, tepatnya pada masa Khilafah Utsmaniyah, saat itu telah tersedia imaret (dapur umum) yang berbasis wakaf. Seluruh imaret mendistribusikan makanan gratis kepada masyarakat dari berbagai latar belakang seperti guru, pengurus masjid, sufi, murid, pelancong dan penduduk lokal yang membutuhkan. 


Tentunya program makan gratis dalam Islam bukanlah sekadar kebijakan untuk kecukupan gizi maupun kesehatan saja. Melainkan sebagai wujud ketaatan penguasa terhadap hadis Rasulullah saw.: "Barangsiapa pada pagi dalam kondisi aman jiwanya, sehat badannya, dan punya bahan makanan cukup pada hari itu, seolah-olah dunia telah dikumpulkan untuknya." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)


Inilah konsep dan mekanisme makan gratis yang disediakan oleh negara sebagai raa’in atau pengurus yang akan menjamin kebutuhan semua rakyat. Tanggung jawab penguasa menjamin kesejahteraan rakyatnya adalah tanggung jawab yang diberikan oleh Allah Swt..

 

Negara dalam Islam akan mampu mewujudkannya karena ia memiliki sumber pemasukan yang beragam dan banyak. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]