Tarif PPN Naik, Rakyat Menjerit
Opini
Kebijakan kenaikan PPN
tidak lepas dari praktik pemerintahan yang kapitalis sekularisme
________________________
Penulis Desta Humairah, S.Pd
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kebijakan tarif PPN naik menjadi 12% di Indonesia menyulut opini masyarakat. Banyak masyarakat yang menolak kebijakan tersebut karena dinilai memberatkan rakyat.
Dalam sebuah pertemuan, Airlangga Hartanto menyampaikan kenaikan tarif PPN sebesar satu persen dari 11 menjadi 12 persen tersebut dinilai dapat meningkatkan pendapatan negara sehingga dapat mendukung program prioritas pemerintahan Prabowo pada bidang pangan dan energi.
Upaya pemerintah menaikkan tarif PPN karena berhubungan dengan program pemerintah makan bergizi, supply pendidikan, program infrastruktur, perlindungan sosial, dan masih banyak lagi.
Pemerintah berharap ketika PPN dinaikkan 12% tidak memengaruhi daya beli masyarakat kelas menengah karena barang-barang bersifat premium yang akan dikenakan pajak sebesar 12%. Hal ini memicu pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat. Mereka takut ketika 1 Januari 2025 kenaikan PPN diberlakukan akan memengaruhi inflasi.
Masalah ini direspons oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio menambahkan, pemerintah tetap berkomitmen menjaga inflasi sesuai target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, yaitu di kisaran 1,5 persen hingga 3,5 persen. Ia juga menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi diproyeksikan tetap kuat meski ada kenaikan PPN jadi 12 persen. (Beritasatu.com, 16-12-2024)
PPN Tertinggi, UMR Terendah Se-Asia Tenggara
Ironisnya, Indonesia adalah negara dengan PPN tertinggi se-Asia Tenggara, namun memiliki UMR terendah nomor lima. Hal ini tidak sejalan dengan yang dikatakan Kepala BKF Kemenkeu bahwa Indonesia tidak mengalami inflasi, malah akan bertambah seiring dengan bertambahnya tahun karena PPN hanya naik 1% yang awalnya 11% menjadi 12%.
Memang setiap tahun PPN dinaikkan guna menyokong pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia. Namun hal ini sangat miris, nyatanya Indonesia menduduki peringkat ke-5 ASEAN PPN tertinggi dan UMR terendah.
Dikutip dari berita (Yoi) untuk diketahui, daftar tarif PPN di negara ASEAN yaitu Filipina 12 persen, Indonesia 11 persen, akan naik menjadi 12 persen pada 2025, Vietnam 10 persen, Kamboja 10 persen, Malaysia 10 persen, dan Laos 10 persen.
Sementara itu, berdasarkan data dari laporan Numbeo, daftar UMR di negara ASEAN yaitu, Singapura 5.170 dolar AS, Malaysia 817 dolar AS, Thailand 560 dolar AS, Vietnam 461 dolar AS, Filipina 348 dolar AS, dan Indonesia 325 dolar AS.
Berdasarkan data tersebut, terbukti Indonesia tidak bisa mengentaskan perekonomian rakyat dengan menaikkan PPN setiap tahunnya karena dengan naiknya PPN tidak berdampak pada pendapatan perkapita masyarakat Indonesia. Buktinya Indonesia menduduki peringkat 5 UMR terendah se-Asia Tenggara.
Hal ini menjadi salah satu bukti abainya pemerintah terhadap kesejahteraan rakyat. Negara hanya memaksakan program yang mendapatkan keuntungan dan popularitas untuk kalangan tertentu.
Kebijakan Pemerintah Populis Otoriter
Pemerintah terkesan memaksakan kehendak memberlakukan kenaikan PPN. Meski pihaknya memberikan batasan barang-barang yang terkena kenaikan PPN, namun sejatinya kebijakan tersebut tetap memberatkan rakyat.
Kebijakan yang dibuat pemerintah sangat merugikan rakyat. Perlahan memeras keringat rakyat hanya untuk membayar PPN saja yang sejatinya tidak sedikit pun memberikan kesejahteraan bagi mereka. Meski terdapat program bansos dan subsidi PLN, kedua bantuan tersebut sifatnya konsumtif dan hanya sementara. Hal ini sama sekali tidak meringankan beban rakyat. Alhasil, tidak ada kesejahteraan yang tercipta dalam negara.
Permasalahan ini semakin membuktikan kebijakan penguasa yang populis otoriter. Pemerintah merasa cukup sudah memberikan bansos, subsidi listrik, dan menetapkan barang-barang tertentu yang terkena PPN padahal kebijakan tersebut tetap membawa kesengsaraan pada rakyat.
Selain itu, protes rakyat dalam bentuk petisi penolakan kenaikan PPN diabaikan. Suara-suara rakyat tertindas dan seakan-akan terbawa oleh angin. Negara seolah-olah hadir hanya sebagai preman yang memalak rakyat dan memberi beban dengan dalih kesejahteraan dari kebijakan yang dibuatnya padahal yang sejahtera sejatinya adalah sanak saudara dan keluarga pejabat.
Kenaikan PPN Buah dari Sistem Kapitalis Sekularisme
Kebijakan kenaikan PPN tidak lepas dari praktik pemerintahan yang kapitalis sekularisme. Pemerintah menganggap bahwa rakyat Indonesia bisa dan mampu untuk membiayai hidup secara lahir dan batin. Tidak pernah memikirkan dampak panjang yang di perbuatnya.
Banyak rakyat yang tidak memiliki pekerjaan, tidak bisa membiayai hidup sehari-hari hingga tidak memiliki uang hanya sekadar untuk sarapan. Akan tetapi, rakyat harus dipaksa membayar pajak dengan tarif yang besar. Hal ini menzalimi rakyat. Bentuk sistem kapitalisme dalam pemerintahan yang demikian harus dihapuskan demi kesejahteraan rakyat.
Selain pemerintah memberlakukan kapitalisme yang hanya mementingkan isi perut pribadi dan golongan pejabat, mereka juga sedang mempraktikkan sekularisme dalam kehidupan negara. Pemerintah tidak mengambil perannya dalam meriayah umat dengan baik. Negara yang seharusnya memberi pengayoman, kesejahteraan, dan ketenteraman hidup tidak menjalankan perannya dengan baik.
Karena tidak menerapkan sebuah sistem yang menyolusi kehidupan umat. Ketika urusan dunia dan agama dibedakan, maka lahirlah sebuah pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan sistem Islam. Perlu diketahui, bahwa Islam yang menjadi solusi dari seluruh macam permasalahan kehidupan.
Islam Solusi Hakiki
Islam menjadikan penguasa sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (perisai) bagi umat. Untuk itu, Islam menetapkan profil penguasa yang sesuai untuk memimpin negara Islam dan mengatur relasi penguasa dengan rakyatnya. Penguasa dalam Islam wajib mengurus rakyat dan mewujudkan kesejahteraan individu per individu hingga kancah negara.
Islam selalu memiliki solusi yang paripurna. Karena sistem yang paling baik adalah sistem Islam. Selain itu, Islam juga mewajibkan penguasa membuat kebijakan yang tidak menyulitkan hidup rakyat. Agar rakyat dapat hidup damai, aman, dan sejahtera.
Di samping itu, dalam Islam pendapatan negara bukan diambil dari pajak yang dipungut dari rakyat, melainkan terdapat pos-pos pemasukan negara yang disebut baitul maal. Di antaranya ada pos zakat, fai', kharaj, jizyah, dan masih banyak lagi. Hal ini dilakukan demi kesejahteraan rakyat yang hakiki.
Tidak hanya kesejahteraan semu yang tidak setiap orang mendapatkannya. Untuk mendapatkan kehidupan yang benar-benar sejahtera, negara harus berani menetapkan syariat Islam dalam sistem pemerintahan Islam.
Negara akan mengatur seluruh kehidupan manusia dengan sistem islam. Sistem yang baik akan melahirkan generasi dan kehidupan yang bermanfaat.
Ketika Islam menjadi tolok ukur pemerintahan seluruh problem negara akan teratasi dengan baik sehingga melahirkan masyarakat Islami yang sejahtera dan memiliki akidah yang kuat. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]