#KaburAjaDulu: Cerminan Kekecewaan Generasi dalam Bayang-Bayang Kesenjangan Ekonomi Global
OpiniDalam konteks globalisasi dan liberalisasi ekonomi
kesenjangan antara negara maju dan berkembang semakin melebar
_________________________
Penulis Nahmawati
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Tagar #KaburAjaDulu ramai diperbincangkan di media sosial, khususnya di platform X (Twitter).
Disinyalir ini merupakan kegelisahan anak muda terhadap kondisi sosial dan ekonomi di dalam negeri. Fenomena ini bukan sekadar tren sesaat, melainkan cerminan dari ketidakpuasan generasi muda terhadap sistem yang dianggap tidak memberi cukup ruang untuk berkembang.
Seorang warganet lewat akun Threads, menganalisis lebih banyak pengguna tagar #KaburAjaDulu ingin pindah Singapura, Amsterdam, Tokyo, Berlin, dan Dubai. Dari data Direktoral Jenderal Imigrasi Kemenkumham menunjukkan sebanyak 3.912 WNI Usia 25-35 tahun memilih menjadi warga negara Singapura pada 2019 hingga 2022.
Sementara itu, laporan Kompas.id (4-12-2024) menyebutkan bahwa lebih dari 100.000 orang mengikuti acara Study and Work Abroad Festival pada Juli-Agustus 2024, yang memberikan informasi terkait beasiswa luar negeri. (Kompas.com, 05-02-2025)
#KaburAjaDulu Akibat Mahalnya Pendidikan dan Sulitnya Pekerjaan
Melalui #KaburAjaDulu, warganet berbagi informasi seputar lowongan kerja, beasiswa, les bahasa, serta pengalaman berkarier dan kisah hidup di luar negeri. Banyaknya unggahan mengenai pengalaman mereka yang telah berhasil menempuh pendidikan dan berkarier di luar negeri menciptakan perspektif bahwa "kabur" adalah pilihan rasional. Dalam konteks ini, mudah dipahami mengapa banyak anak muda melihat peluang lebih baik di luar negeri daripada bertahan di dalam negeri dengan segala keterbatasannya.
Hal ini menciptakan paradoks. Di satu sisi, individu mendapatkan kesempatan yang lebih baik, tetapi di sisi lain negara asal kehilangan sumber daya manusia yang seharusnya menjadi penggerak pembangunan. Dalam konteks globalisasi dan liberalisasi ekonomi, kesenjangan antara negara maju dan berkembang semakin melebar, memperburuk ketidakadilan dalam akses terhadap sumber daya dan kesempatan.
Kemunculan tagar #KaburAjaDulu tidak lepas dari isu brain drain yang telah lama terjadi di Indonesia yakni sejak tahun 1960-an. Brain drain atau human capital flight merupakan fenomena ketika orang pintar dan berbakat dengan profesi seperti dokter, ilmuwan hingga insinyur memilih untuk bekerja di luar negeri. Dengan alasan mencari keuntungan yang lebih tinggi di negara lain, standar dan kehidupan yang lebih baik karena belum bisa didapatkan di negaranya sendiri. (Beautynesia, 05-02-2025)
Salah satu faktor utama yang mendorong keinginan "kabur" adalah kualitas pendidikan yang dianggap masih jauh dari ideal. Ketimpangan sistem pendidikan antara negara berkembang dan maju semakin terlihat jelas, terutama dengan banyaknya program beasiswa yang ditawarkan oleh institusi pendidikan di luar negeri. Bagi banyak orang, kesempatan ini menjadi satu-satunya jalan keluar untuk mendapatkan akses pendidikan berkualitas yang tidak bisa mereka temukan di dalam negeri.
Selain itu, masalah ketenagakerjaan juga menjadi pemicu utama. Lapangan kerja yang terbatas, gaji yang tidak sebanding dengan biaya hidup, serta minimnya kesempatan untuk berkembang di dalam negeri mendorong banyak orang untuk mencari peluang di luar negeri. Banyak negara maju yang menawarkan pekerjaan dengan gaji lebih tinggi, baik bagi tenaga kerja terampil maupun pekerja kasar. Dengan perbedaan kesejahteraan yang mencolok, keputusan untuk "kabur" menjadi semakin masuk akal bagi banyak individu.
Pemerintah dan pemangku kebijakan perlu melihat fenomena ini sebagai peringatan serius. Jika negara tidak segera berbenah dalam menyediakan pendidikan berkualitas, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja, maka gelombang #KaburAjaDulu akan semakin besar. Reformasi dalam sektor pendidikan dan ekonomi menjadi kunci untuk membalikkan tren ini agar generasi muda merasa memiliki masa depan di negeri sendiri, tanpa harus mencari harapan di tempat lain.
Pemerintah perlu melihat fenomena ini sebagai alarm peringatan bahwa ada yang salah dalam kebijakan ekonomi dan kesejahteraan di dalam negeri. Diperlukan reformasi kebijakan yang serius untuk meningkatkan kualitas pendidikan, memperluas lapangan pekerjaan dengan gaji yang kompetitif, serta menciptakan ekosistem yang mendukung anak bangsa untuk berkembang tanpa harus "kabur" ke luar negeri. Jika tidak segera ditangani, fenomena #KaburAjaDulu dapat berdampak panjang terhadap pembangunan bangsa dan semakin memperparah ketimpangan global.
Sebagai solusi, pemerintah perlu memperkuat investasi di bidang pendidikan, memberikan insentif bagi tenaga kerja berkualitas untuk tetap bekerja di dalam negeri, serta mendorong inovasi dan kewirausahaan sebagai motor pertumbuhan ekonomi. Tanpa langkah konkret, bukan tidak mungkin tren ini akan terus berlanjut dan negara kita akan semakin tertinggal dalam persaingan global.
Cara Islam Menyediakan Pendidikan Berkualitas dan Menciptakan Lapangan Pekerjaan
Islam mewajibkan negara membangun kesejahteraan rakyat, dan mewajibkan negara memenuhi kebutuhan asasi setiap warga negara individu per individu. Ada banyak mekanisme yang harus dilakukan negara termasuk diwajibkan menyediakan lapangan kerja bagi setiap laki-laki baligh. Baik di sektor pertanian, perdagangan, industri, dan jasa dengan pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang Allah limpahkan kepada kaum muslimin untuk memastikan kesejahteraan dan kemakmuran yang merata.
Selain lapangan pekerjaan, pendidikan merupakan pilar utama dalam membangun peradaban yang kuat dan berdaya saing. Dalam negara Islam, pendidikan tidak hanya bertujuan mencetak individu yang berilmu, tetapi juga membangun generasi yang beriman, bertakwa, serta memiliki visi membangun negara. Dengan strategi pendidikan yang komprehensif dan berbasis nilai-nilai Islam, akan mampu menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan siap menghadapi tantangan zaman.
Dalam sejarah peradaban Islam, penerapan syariat telah terbukti memberikan keadilan, kesejahteraan, dan perlindungan bagi seluruh rakyatnya, baik muslim maupun nonmuslim. Dunia akan merasakan rahmat yang mencakup seluruh aspek kehidupan, mulai dari ekonomi, pendidikan, hingga stabilitas sosial dan politik.
Dengan demikian, penerapan syariat bukan hanya membawa manfaat bagi umat Islam, tetapi juga bagi seluruh manusia dan alam semesta. Sistem Islam yang diterapkan akan menciptakan dunia yang lebih adil, sejahtera, dan harmonis di bawah naungan hukum Allah.
Oleh karena itu, sudah saatnya umat Islam kembali memahami dan memperjuangkan penerapan syariat Islam secara kafah sebagai solusi atas permasalahan global yang dihadapi saat ini. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]