#KaburAjaDulu: Mencari Harapan di Tengah Keterpurukan
Opini
Salahkah kalau generasi muda merasa nggak punya harapan di negeri sendiri
dan ingin mencari kehidupan lebih baik di luar negeri?
___________________________
Penulis Hanny N
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dari Kompas.com (05-02-2025), tagar #KaburAjaDulu belakangan ini ramai diserukan warganet melalui media sosial, termasuk di X atau Twitter. Jika tagar #KaburAjaDulu dilihat di X, media sosial itu akan memunculkan unggahan warganet terkait kesempatan studi atau bekerja di luar negeri untuk "kabur" dari Indonesia.
Lewat #KaburAjaDulu, warganet berbagi informasi seputar lowongan kerja, beasiswa, les bahasa, serta pengalaman berkarier dan kisah hidup di luar negeri. Banyak anak muda yang bercanda atau mungkin serius ingin kabur ke luar negeri. Entah buat kuliah, kerja, atau sekadar cari hidup yang lebih baik. Fenomena ini sebenarnya bukan sekadar tren digital biasa, tapi gambaran dari kekecewaan generasi terhadap kondisi dalam negeri.
Satu sisi, sosial media memperlihatkan kehidupan di negara maju yang terlihat jauh lebih menjanjikan. Sementara di sisi lain, realitas di dalam negeri justru penuh dengan kesulitan pendidikan mahal dan kualitasnya rendah, lapangan kerja susah didapat, gaji kecil, harga kebutuhan pokok melambung. Tidak heran kalau banyak yang mulai berpikir untuk “kabur” dan mencari kehidupan yang lebih layak di negeri orang.
Fenomena Brain Drain dan Kesenjangan Ekonomi Global
Sebenarnya tren anak muda ingin hijrah ke luar negeri bukan sesuatu yang baru. Dalam ekonomi global, ini dikenal dengan istilah brain drain yaitu migrasi besar-besaran tenaga terampil dari negara berkembang ke negara maju. Indonesia sendiri sudah lama mengalami fenomena ini.
Bayangkan banyak mahasiswa berprestasi yang akhirnya memilih menetap di luar negeri setelah mendapat beasiswa dari negara-negara maju. Para pekerja, baik yang profesional maupun tenaga kasar, lebih memilih merantau ke negeri orang karena di sana mereka bisa mendapatkan gaji berkali-kali lipat lebih besar dibandingkan di Indonesia.
Hal ini diperparah dengan kebijakan dalam negeri yang tidak bisa memberikan kepastian kesejahteraan bagi rakyatnya. Lapangan kerja minim, ekonomi sulit, harga-harga naik, sementara kebijakan pemerintah cenderung lebih memihak investor dan korporasi besar.
Yang paling ironis, negara maju terus mendapatkan manfaat dari masuknya tenaga kerja terampil, sementara negara berkembang kehilangan sumber daya manusianya. Kesenjangan ekonomi antara negara kaya dan miskin makin lebar, menciptakan sistem yang tidak adil dan timpang secara global.
Kapitalisme, Biang Keladi yang Bikin Generasi Ingin Kabur
Kalau kita telusuri lebih dalam, semua masalah ini berakar pada sistem ekonomi kapitalisme yang diadopsi negeri ini. Sistem ini cuma menguntungkan segelintir orang dan menjadikan rakyat sebagai objek eksploitasi. Kekayaan alam yang seharusnya bisa menyejahterakan rakyat malah dikuasai oleh swasta dan asing. Kebijakan negara lebih fokus pada pertumbuhan ekonomi berbasis investasi, bukan kesejahteraan rakyat.
Kapitalisme juga menciptakan persaingan kerja yang tidak sehat. Alih-alih memastikan setiap orang mendapatkan pekerjaan yang layak, sistem ini justru membebankan rakyat untuk bertahan hidup sendiri di tengah persaingan global. Negara cuma berperan sebagai regulator yang memastikan investor betah, bukan sebagai penyedia kesejahteraan bagi warganya.
Lalu, kalau begini terus, salahkah kalau generasi muda merasa nggak punya harapan di negeri sendiri dan ingin mencari kehidupan lebih baik di luar negeri? Bukankah ini cerminan nyata dari kegagalan sistem yang diterapkan di negeri ini?
Islam: Solusi Nyata untuk Mewujudkan Kesejahteraan
Sebagai seorang muslim, kita tentu perlu mencari solusi yang hakiki, bukan hanya sekadar mengikuti arus tren. Islam sebagai sistem kehidupan punya jawaban atas permasalahan ini. Islam tidak hanya memberikan tuntunan moral, tetapi sistem ekonomi dan pemerintahan yang menjamin kesejahteraan rakyatnya.
Dalam sistem Islam, negara wajib menjamin kebutuhan dasar setiap individu, menyediakan lapangan kerja, serta mengelola sumber daya alam untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir elite.
1. Negara Wajib Menyediakan Lapangan Kerja
Dalam Islam, negara bertanggung jawab penuh dalam memastikan laki-laki balig memiliki pekerjaan. Negara tidak boleh lepas tangan dan menyerahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar seperti dalam kapitalisme. Pemerintah akan membuka lapangan kerja di berbagai sektor, mulai dari pertanian, perdagangan, industri, hingga jasa. Alhasil, rakyat tidak perlu mencari nafkah di negeri orang.
2. Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Rakyat
Islam mengajarkan bahwa kekayaan alam adalah milik bersama dan harus dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat, bukan untuk dijual ke swasta atau asing. Dengan begitu, hasil dari sumber daya alam bisa digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, misalnya dengan menyediakan pendidikan gratis, layanan kesehatan berkualitas, serta infrastruktur yang memadai.
3. Pendidikan yang Mencetak SDM Unggul
Berbeda dengan sistem pendidikan kapitalisme yang lebih berorientasi pada penciptaan tenaga kerja murah bagi korporasi, sistem pendidikan dalam Islam dirancang untuk mencetak SDM yang berkualitas, beriman, dan siap membangun peradaban. Pendidikan bukan sekadar alat untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi sebagai bagian dari tanggung jawab negara dalam membangun generasi yang kuat dan mandiri.
4. Kehidupan yang Adil dan Sejahtera
Islam menjamin kehidupan yang adil dan sejahtera bagi seluruh rakyat, tanpa membedakan kaya atau miskin. Tidak ada kesenjangan ekonomi yang tajam seperti dalam kapitalisme. Setiap individu berhak mendapatkan akses yang sama terhadap kebutuhan dasar, baik itu pendidikan, kesehatan, maupun kesejahteraan ekonomi.
Sistem Islam: Jalan Menuju Kehidupan yang Lebih Baik
Kalau kita benar-benar ingin keluar dari lingkaran kesenjangan ekonomi dan ketidakadilan sistem yang ada saat ini, maka solusinya bukan sekadar “kabur” ke luar negeri, tetapi berjuang untuk menegakkan sistem yang benar, yaitu Islam.
Hanya dalam sistem Islam setiap individu akan mendapatkan haknya secara adil, pendidikan berkualitas akan diberikan kepada seluruh rakyat, dan negara akan bertanggung jawab penuh dalam menciptakan kesejahteraan. Bukan rakyat yang dipaksa bertahan hidup sendiri, tetapi negara yang wajib memastikan kesejahteraan mereka.
Daripada sibuk ikut tren #KaburAjaDulu, mengapa kita tidak fokus untuk memperjuangkan sistem yang benar agar tidak ada lagi generasi yang merasa ingin kabur dari negerinya sendiri?
Inilah saatnya kita berpikir lebih jauh, bahwa solusi nyata bukanlah melarikan diri, tetapi memperjuangkan perubahan hakiki. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]