Kenaikan Harga Jelang Ramadan, Negara Kerap Mengabaikan
OpiniNaiknya harga sembako menjelang bulan Ramadan
dengan alasan meningkatnya jumlah permintaan di masyarakat, hal ini nampak sebagai alasan klise belaka
_______________________
Penulis Ledy Ummu Zaid
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Emak-emak mana yang tidak pusing jika mengetahui harga-harga sembilan bahan pokok (sembako) naik di pasaran? Ya, kenaikan harga sembako sering terjadi menjelang bulan Ramadan padahal sembako adalah kebutuhan pokok mendasar bagi masyarakat. Pertanyaannya, mengapa fenomena kenaikan harga terus berulang dan di mana peran negara?
Kenaikan Harga Berulang dan Lebih Parah
Dilansir dari laman kumparan.com (04-02-2025), badan pangan nasional (Bapanas) mengatakan ada beberapa komoditas pangan yang mengalami kenaikan harga, bahkan lebih tinggi dari harga yang ditetapkan pemerintah.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan komoditas-komoditas tersebut dijual dengan harga di atas Harga Acuan Pembelian (HAP) dan Harga Eceran Tertinggi (HET) di pasaran. Adapun komoditas yang harganya di atas HAP dan HET meliputi minyak goreng MinyaKita, cabai rawit merah, cabai merah keriting, dan beras medium.
Di satu sisi, Badan Pusat Statistik (BPS) mengingatkan masyarakat tentang adanya potensi kenaikan harga sejumlah komoditas pangan menjelang bulan Ramadan 2025, seperti yang dilansir dari laman rubicnews.com (07-02-2025).
Sampai sekarang, komoditas yang menjadi primadona di masyarakat adalah telur ayam ras, daging ayam ras, cabai merah, cabai rawit, dan minyak goreng. Usut punya usut kenaikan ini karena tingginya permintaan selama bulan Ramadan dan menjelang hari raya Idul Fitri. Hal inilah yang mengakibatkan harga sejumlah bahan pokok naik.
Selanjutnya, dilansir dari laman kaltim.tribunnews.com, (07-02-2025), harga sembako di pasar taman rawa indah (Tamrin), Tanjung Laut Indah, Bontang Selatan mengalami kenaikan secara signifikan menjelang bulan Ramadan 2025. Adapun yang paling mencolok kenaikan harganya adalah minyak goreng dan gula. Kenaikan ini terus terjadi dalam beberapa minggu terakhir.
Seorang pedagang di Pasar Tamrin Syamsiah mengatakan kenaikan harga telah terjadi sejak dua minggu lalu. Menurutnya, fenomena naiknya harga sembako menjelang bulan Ramadan sudah menjadi rutinitas setiap tahunnya. Kendati demikian, tahun ini terasa jauh lebih parah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Ekonomi Kapitalisme Memonopoli Pangan
Jangan heran di negeri kaya sumber daya alam (SDA) ini harga kebutuhan pokok terbilang mahal, harganya akan melambung tinggi mendekati hari-hari besar. Tak terkecuali, setiap bulan suci Ramadan tiba, fenomena kenaikan harga sembako tak dapat terelakkan. Kenaikan harga menjelang Ramadan ini terus berulang, dan seolah tidak ada pencegahan ataupun solusinya. Hal ini menunjukkan adanya masalah pendistribusian barang sehingga berpotensi terjadi kelangkaan dan membuat kenaikan harga barang.
Dalam situasi ini, naiknya harga sembako menjelang bulan Ramadan lantaran meningkatnya jumlah permintaan di masyarakat. Sejatinya, hal ini nampak sebagai alasan klise belaka padahal ada banyak faktor yang dapat memengaruhi naiknya harga di tengah daya beli masyarakat yang semakin menurun. Misalnya, tidak adanya jaminan kelangsungan produksi barang kebutuhan. Selain itu, muncul pula masalah internal pada rantai pasok, seperti mafia impor, kartel, monopoli, iktikar, dan lain-lain.
Dalam sistem ekonomi kapitalisme, negara biasanya akan menghalalkan liberalisasi pendistribusian pangan oleh korporasi. SDA yang tidak dikelola dengan baik oleh negara, akhirnya membiarkan swasta bahkan asing memonopoli perdagangan komoditas pangan. Walhasil, rakyat tidak dapat merasakan manfaat dari pengelolaan SDA tersebut. Di sisi lain, para petani juga tidak mendapat dukungan yang optimal dalam mengembangkan lahan pertanian mereka. Adapun pupuk dan benih sulit didapatkan dengan harga yang murah bahkan gratis.
Islam Mengatur Ketersediaan dan Pendistribusian Pangan
Pengelolaan pendistribusian dalam sistem Islam berbeda dengan pengelolaan dalam kapitalisme. Daulah (negara) memiliki tanggung jawab untuk mengatur ketersediaan pangan dan pendistribusian yang merata kepada seluruh rakyat. Tujuannya agar mereka bisa mendapatkan kebutuhan-kebutuhannya dengan harga yang terjangkau. Daulah akan memastikan tidak ada penimbunan, kecurangan, dan permainan harga.
Adanya peningkatan produksi untuk menyelesaikan masalah kelangkaan juga dilakukan Daulah Islamiah. Di mulai dari menerapkan hukum tanah berdasarkan syariat Islam, produksi pangan akan berlimpah, subur, dan berkah. Langkah selanjutnya Daulah akan melakukan pemantauan dan pengendalian harga komoditas pangannya sesuai dengan hukum syarak.
Sistem ekonomi Islam memiliki pengaturan yang dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan dengan harga murah dan mudah diakses. Daulah akan mendukung para petani dalam mendistribusikan hasil panennya. Di satu sisi, terdapat pula hukum yang tegas dan membuat jera para pelaku yang berbuat curang. Walhasil, tidak ada yang berani memonopoli komoditas pangan. Inilah bukti Daulah hadir mengawasi rantai perdagangan pangan.
Rasulullah saw. bersabda, “Ya Allah, siapa yang mengurusi satu perkara umatku, lalu ia menyulitkan umat, maka persulitlah ia. Dan siapa yang mengurusi perkara umatku, lalu ia memudahkannya, maka permudahlah ia.” (HR. Muslim)
Berdasarkan dalil tersebut, dapat kita simpulkan bahwasanya negara seharusnya wajib bertanggung jawab terhadap segala lini urusan rakyatnya. Dalam hal ini, negara wajib menyediakan pangan yang baik dan memadai untuk setiap individu rakyat. Penguasa yang amanah akan memiliki keimanan yang kokoh sehingga memimpin Daulah Islamiah dengan penuh ketakwaan dan mengharap rida Allah Subhanahu wa taala.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam/khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Daulah Islamiah yang akan dipimpin oleh seorang khalifah tentu akan melindungi rakyatnya. Terlebih lagi, menjelang bulan suci Ramadan, khalifah akan menjamin kebutuhan rakyat sehingga mereka dapat fokus beribadah di bulan yang penuh kemuliaan tersebut.
Khatimah
Sayangnya, kehidupan kaum muslimin hari ini tidak terjaga akidah dan kualitas hidupnya. Persoalan kenaikan harga menjelang Ramadan selalu berulang hingga menyengsarakan rakyat. Negara tidak berperan memberi solusi yang mensejahterakan, tetapi malah kerap mengabaikan.
Oleh karena itu, kaum muslim seharusnya merindukan penerapan aturan atau syariat Islam secara kafah (menyeluruh). Dengan kata lain, hal tersebut hanya dapat terealisasikan jika pemerintahan Islam hadir di tengah-tengah umat, yakni Daulah Islamiah. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]