Pajak dalam Sistem Kapitalisme: "Antara Kewajiban dan Eksploitasi"
Opini
Dalam sistem demokrasi yang menerapkan ekonomi kapitalis
pajak adalah sumber pendapatan utama negara
_________________________
Penulis Rukmini
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, ratusan kendaraan bermotor ditangkap dalam operasi gabungan (Opsgab). Dari 254 kendaraan yang ditangkap, 98 di antaranya mobil dan 156 sepeda motor yang masih menunggak pajak.
Menurut Dedi Taufik Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Barat sebagian besar kendaraan yang ditangkap memiliki tunggakan pajak. Beliau juga menjelaskan bahwa operasi ini bertujuan untuk mengurangi jumlah kendaraan yang tidak terdaftar ulang dan memiliki tunggakan pajak.
Dalam operasi tersebut, pemilik kendaraan yang ditangkap diberikan pemahaman tentang pentingnya membayar pajak kendaraan secara tepat waktu. Tujuan utama operasi ini adalah untuk mengurangi jumlah kendaraan yang belum melakukan daftar ulang (KBMDU) dan kendaraan yang sudah lama tidak melakukan daftar ulang (KTMDU).
Operasi ini melibatkan berbagai pihak, termasuk Pusat Pengelolaan Pendapatan Daerah dan akan dilakukan secara bertahap di berbagai wilayah dengan harapan dapat meningkatkan penerimaan pajak daerah yang nantinya akan digunakan untuk pembiayaan program-program pembangunan daerah. (iNews Bandung Raya, 07-02-2025)
Pajak, Sumber Pendapatan Pemerintahan Demokrasi Kapitalis
Sistem demokrasi kapitalisme yang diterapkan saat ini memiliki kelemahan yang signifikan. Salah satunya adalah kebijakan pajak yang tidak adil dan membebani rakyat kecil. Meskipun pemerintah mengeklaim bahwa pajak digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, namun kenyataannya tidak demikian.
Rakyat kecil sudah terbebani dengan berbagai jenis pajak, seperti pajak kendaraan bermotor, pajak bumi dan bangunan, pajak penghasilan, iuran BPJS, dan tabungan perumahan. Sementara itu, pemerintah memberikan kemudahan pajak kepada para konglomerat melalui tax amnesty dan tax holiday.
Kebijakan ini menimbulkan ketidakadilan dan memperburuk kondisi ekonomi rakyat kecil. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap kebijakan pajak yang ada dan mencari solusi untuk membuat sistem pajak yang lebih adil dan berkeadilan. Pemerintah harus lebih memperhatikan kepentingan rakyat dan tidak hanya memikirkan kepentingan para konglomerat.
Jika pemerintah benar-benar ingin memperbaiki nasib rakyat, maka seharusnya mereka menghapus semua beban pajak yang membebani rakyat. Namun, realitasnya berbeda. Dalam sistem demokrasi yang menerapkan ekonomi kapitalis, pajak adalah sumber pendapatan utama negara.
Pemerintah akan terus meningkatkan pendapatan negara melalui pajak. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika terjadi kenaikan pajak setiap tahun dan penambahan jenis barang yang dikenai pajak. Pejabat dalam sistem saat ini sulit untuk memosisikan diri sebagai pelindung dan pengayom rakyat. Konsep kedaulatan rakyat hanya omong kosong belaka. Buktinya, ketika rakyat mengajukan petisi untuk memprotes kenaikan PPN, petisi tersebut tidak ditanggapi secara serius dan diabaikan begitu saja.
Konsep kedaulatan rakyat hanya sebuah teori yang tidak berlaku dalam praktiknya. Aksi protes rakyat terhadap kenaikan pajak sering kali diabaikan dan tidak dianggap. Rakyat dianggap sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi kapan saja untuk memenuhi kepentingan penguasa. Suara rakyat hanya didengarkan ketika penguasa membutuhkan dukungan mereka, seperti saat pemilu dan pilkada. Selebihnya, penguasa tidak peduli dengan kepentingan rakyat dan hanya memikirkan kepentingan mereka sendiri.
Penguasa populis otoritarian membuat kebijakan yang seolah-olah untuk kepentingan rakyat, tetapi sebenarnya hanya untuk memperkaya diri mereka sendiri. Mereka membuat kebijakan yang memeras rakyat melalui berbagai cara, termasuk pajak.
Pajak adalah pungutan yang diambil oleh negara dari rakyat secara terus-menerus dan memaksa. Dalam sistem demokrasi kapitalisme, pajak dijadikan sebagai sumber utama pemasukan negara. Hal ini karena sistem demokrasi tidak mengenal konsep halal dan haram sehingga kebijakan yang dibuat hanya berdasarkan kepentingan penguasa.
Pajak Haram dalam Islam
Sungguh, kebijakan memungut pajak ini telah menimbulkan kezaliman terhadap rakyat. Dalam Islam, pajak dianggap haram dan tidak sesuai dengan nilai-nilai keadilan. Rasulullah saw. bersabda, "Tidak akan masuk surga pemungut pajak." (HR. Abu Dawud)
Oleh karena itu, sudah seharusnya kebijakan ini ditinggalkan dan digantikan dengan sistem yang lebih adil dan berkeadilan.
Dalam Islam, penguasa diharapkan menjadi raa'in dan junnah yang bertakwa, mencintai dan dicintai oleh rakyatnya. Penguasa juga harus memudahkan urusan rakyatnya, bukan mempersulitnya dengan berbagai iuran pajak. Dengan demikian, keadilan dan kesejahteraan rakyat dapat terwujud.
Dalam sistem Islam, penguasa atau pejabat memiliki peran sebagai penggembala (raa'in) yang menjaga dan memelihara urusan rakyatnya. Mereka bertanggung jawab memastikan bahwa semua rakyat terpenuhi kebutuhan pokoknya sehingga mereka dapat menikmati kesejahteraan.
Penguasa dalam sistem Islam tidak akan membebani rakyat dengan berbagai pungutan pajak yang memberatkan. Mereka tidak akan menaikkan besaran pajak secara sewenang-wenang. Sebaliknya, negara memiliki Baitulmal atau kas negara yang dikelola untuk membiayai kebutuhan masyarakat.
Pemasukan Baitulmal berasal dari sumber-sumber yang sah, seperti fai, kharaj, harta kepemilikan umum, dan zakat. Semua pemasukan ini akan dikelola dengan transparan dan adil untuk memastikan kesejahteraan rakyat.
Dalam Islam, aturan yang adil dan transparan dapat menjauhkan penguasa dari perbuatan zalim yang menyengsarakan rakyat, seperti pungutan pajak yang memberatkan. Contoh nyata dari kepemimpinan yang adil dan peduli terhadap rakyat dapat dilihat dari sosok Rasulullah dan para khalifah setelahnya.
Umar bin Khattab misalnya, merupakan sosok pemimpin yang sangat memperhatikan kebutuhan rakyatnya. Kisahnya yang terkenal adalah saat beliau melakukan patroli malam dan menemukan seorang ibu yang memasak batu karena tidak memiliki makanan. Dengan cepat, Umar mengambil gandum dari Baitulmal, memasaknya sendiri, dan menghidangkan makanan itu kepada ibu dan anak-anaknya yang kelaparan.
Inilah contoh ideal dari seorang penguasa yang peduli dan adil. Apakah kita masih ragu untuk menerima kepemimpinan Islam yang membawa keberkahan? Atau masih berharap pada penguasa yang menerapkan aturan yang menyengsarakan? Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]