Alt Title

Pembullyan Siswa dalam Sistem Kapitalisme

Pembullyan Siswa dalam Sistem Kapitalisme

 


Negara seharusnya menjamin hak setiap rakyat 

untuk mendapatkan pendidikan yang bagus dan berkualitas


_________________________


Penulis Nurlina Basir, S.Pd.I 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan


KUNTUMCAHAYA.com, OPlNl - Pendidikan adalah kebutuhan primer bagi setiap orang.


Dalam Pasal 31 UUD 1945 negara Indonesia telah menetapkan bahwa, 1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. 2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Tidak ada orang yang tidak ingin berpendidikan atau sekolah bagaimanapun kondisinya. 


Program pendidikan dasar wajib belajar 12 tahun yang sudah dimulai sejak tahun ajaran 2015/2016 dengan harapan bisa mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, tetap saja masih banyak anak yang putus atau tidak sekolah. Tentu banyak faktor memengaruhi sehingga hal tersebut terjadi. 


Salah satu fakta yang terjadi di Medan bahwa ada seorang anak SD yang dihukum dengan duduk di lantai saat proses pembelajaran oleh gurunya. Hal ini terjadi disebabkan anak tersebut menunggak membayar SPP selama tiga bulan sehingga ia merasa malu terhadap teman-teman kelasnya. (kompas.com, 11-01-2025) 


Pendidikan Adalah Hak Setiap Rakyat


Negara seharusnya menjamin hak setiap rakyat untuk mendapatkan pendidikan yang bagus dan berkualitas. Pendidikan menjadi salah satu poin penting yang harus diperhatikan oleh penguasa terhadap rakyatnya.


Pendidikan adalah cara untuk mengentaskan kebodohan dan kemiskinan. Kalau rakyatnya cerdas akan mampu berkreasi dan berinovasi dalam bekerja. Begitu harapan dari pendidikan kita di Indonesia.


Namun, dalam kapitalisme negara belum sepenuhnya hadir secara nyata dalam mengurusnya. Hal yang nampak adalah kurangnya sarana pendidikan secara merata dan memadai. Terlebih di daerah-daerah yang masih tertinggal. Ada kualitas pendidikan yang akan menjadi imbasnya baik kepada pendidik maupun kepada peserta didiknya. 


Banyaknya sekolah swasta di negeri ini membuktikan bahwa negara menyerahkan pada swasta. Tercatat dalam data BPS bahwa sekolah swasta lebih banyak dibandingkan yang negeri. Jumlah sekolah negeri di semua jenjang sebanyak 171.509 sedangkan sekolah swasta 264.744. 


Pendirian sekolah swasta tentu banyak ragam pandangan. Misalnya, sekolah negeri banyak yang tidak mampu memberikan pendidikan yang berkualitas, tapi dengan beban belajar yang sangat tinggi. Menghasilkan lulusan yang hanya siap kerja, tapi minim akhlak apalagi nilai agama. Banyak juga yang berorientasi untuk mencari keuntungan sehingga pendidikan menjadi ladang bisnis. Ini adalah tanda kapitalisasi pendidikan.


Jika keadaannya seperti itu, berarti yang mampu mengakses pendidikan bagus hanya mereka yang memiliki kemampuan secara finansial, mengingat biayanya cukup tinggi. Bisnis dalam dunia pendidikan begitu menggiurkan walaupun tidak semua sekolah swasta seperti itu. Negara hanya bertindak sebagai regulator untuk mengatur mereka.


Pendidikan dalam Islam


Menurut Ustaz Ismail Yusanto dalam bukunya berjudul Menggagas Pendidikan Islam bahwa paradigma pendidikan yang berasas akidah Islam harus berlangsung secara berkesinambungan pada seluruh jenjang pendidikan yang ada, mulai dari TK hingga Perguruan Tinggi.


Sementara orientasi keluaran (output) dari pendidikan itu tecermin dari keseimbangan pada ketiga unsurnya yakni: pembentukan kepribadian Islam (syakhsiyah Islamiah), penguasaan tsaqafah Islam, dan ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keterampilan).


Jadi, tujuan dari pendidikan Islam tersebut sebenarnya sederhana. Siswa berkepribadian Islam dan menguasai Iptek untuk dikembangkan menjadi dasar bagi siswa dalam bekerja sebab seseorang yang memiliki ilmu sains, tapi tanpa dasar akidah yang kuat hal itu akan menghancurkan. Sebaliknya, jika ilmu sains beriringan dengan akidah yang benar ia akan membawa kebaikan.


Kasus dihukumnya siswa di Medan tidak akan terjadi ketika pendidikan bisa diakses secara gratis oleh semua kalangan. Pendidikan yang gratis adalah hak masyarakat dan kewajiban negara dalam menyediakannya sebab ini termasuk dalam layanan publik yang ditanggung langsung oleh negara baik untuk orang kaya maupun miskin, baik cerdas maupun tidak.


Mengenai pendanaan tersebut Islam mampu mewujudkannya sebab memiliki sumber dana yang begitu banyak. Dana untuk pendidikan didapatkan dari pos kepemilikan umum. Ada banyak sumber daya alam di negeri ini yang seharusnya dikelola oleh negara dan hasilnya diperuntukkan pada pelayanan publik. Bukan diserahkan kepada individu atau segolongan orang untuk diprivatisasi dan mereka menikmati hasilnya sendiri.


Dana tersebut juga untuk membiayai semua sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas serta wajib menyediakan guru yang berkualitas pula agar proses pembelajaran berjalan dengan baik. Hak-hak guru harus mereka dapatkan. Di mana pun wilayahnya baik di kota, desa, bahkan sampai daerah pedalaman pun harus diperlakukan sama. 


Kemiskinan yang membelenggu rakyat menyebabkan mereka sulit mendapatkan pendidikan yang layak. Oleh sebab itu, negara harus hadir untuk menyejahterakan rakyatnya melalui kebijakan-kebijakan yang memihak kepada mereka. Keterampilan yang didapatkan dari pendidikan, ketersediaan lapangan kerja, regulasi yang memudahkan, kebijakan politik yang mendukung, hukum yang adil adalah satu kesatuan yang tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Semua memiliki keterkaitan satu sama lain. 


Melalui layanan sistem Islam, maka peradaban Islam yang dulu pernah gemilang hingga 13 abad lamanya membuktikan bahwa sistem lslam dalam naungan Daulah lslamiah mampu memimpin dunia dan unggul di semua bidang. Wallahualam bissawab. [Luth-Dara/MKC]