Alt Title

Efisiensi Anggaran Bukti Negara Tak Mampu Menjamin Kesejahteraan

Efisiensi Anggaran Bukti Negara Tak Mampu Menjamin Kesejahteraan

 



Spirit relasi pemerintahan dan rakyat adalah bisnis (interpreneur government)

bukan lagi pengurus dan pelayan bagi rakyat


__________________


Penulis Dewi Noviyanti

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Kebijakan yang dilakukan oleh Presiden Prabowo di awal tahun 2025 berpotensi mengubah cara negara dalam mengelola anggaran.


Sebagaimana diketahui, Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi Belanja dan Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 yang dikeluarkan pada tanggal 22 Januari 2025.


Salah satu yang terkena dampak ini adalah sektor pendidikan. Hal ini disampaikan oleh Menteri Pendididkan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyatakan bahwa kementerian yang ia pimpin terkena dampak pemangkasan anggaran sebesar Rp.8,01 triliun. (Tempo.co, 5-2-2025)


Meski demikian, Kementerian Pendidikan bukanlah satu-satunya yang terdampak efisiensi anggaran. Di antaranya Kementerian Pekerjaan Umum (Kementerian PU) Dody Hanggodo, efisiensi anggaran hingga 73 persen sekitar Rp81 triliun dari Rp110 triliun. 


Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, efisiensi anggaran hingga 35,27 persen sekitar Rp2,3 triliun dari total anggaran yang ditetapkan Rp6,4 triliun. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sri Mulyani, efisiensi anggaran hingga 22 persen sekitar Rp12 triliun dari total anggaran yang ditetapkan Rp53,1 triliun. 

 

Di satu sisi, kebijakan Presiden Prabowo dalam menerapkan efisiensi anggaran yang bertujuan merampingkan belanja negara, mengurangi pemborosan, dan memperkuat fondasi fiskal sungguh berbanding terbalik dengan pembentukan kabinet yang beliau lakukan, yaitu terdiri dari jumlah menteri yang lebih besar dari pemerintahan sebelumnya, yakni mencakup 48 kementerian dan 109 menteri dan wakil menteri.


Dipastikan hampir sebagian besar anggotanya adalah para pengusaha juga para pemilik modal. Hal ini menjadi tanda tanya besar tentang apakah kebijakan ini konsisten dengan semangat efisiensi yang dicanangkan?

 

Sebenarnya, efisiensi itu sering dipandang sebagai cerminan dari pemerintahan yang sehat. Namun, anggaran yang dirancang memang harus benar-benar cermat dan teliti sesuai dengan penggunaan kebutuhannya. Memastikan bahwa rupiah yang dikeluarkan dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi rakyat. Kebijakan Presiden Prabowo dalam pelaksanaan efisiensi anggaran tampaknya ingin menunjukkan komitmen dalam mengelola keuangan negara dengan hati-hati.


Terutama dalam hal yang menurut beliau adanya ketidakpastian ekonomi pascapandemi, krisis energi dan ketegangan geopolitik yang terus membayangi. Namun, di balik langkah efisiensi itu formasi kabinet yang gemuk menjadi anomali yang sulit diabaikan. Struktur kabinet yang gemuk ini menimbulkan pertanyaan mendasar bagaimana efisiensi anggaran bisa tercapai jika struktur birokrasi justru diperluas.


Sejumlah analis menilai bahwa kebijakan efisiensi anggaran ala Prabowo tidak akan sepenuhnya efektif selama struktur kabinet tetap gemuk padahal ukuran kabinet yang besar bukanlah penentu utama efektivitas pemerintahan melainkan bagaimana setiap kementerian bekerja dengan efisiensi dan selaras dalam menjalankan pemerintahan. 


Pembentukan kabinet yang besar bukan tanpa risiko. Biaya operasional jelas lebih besar dan meningkat, dari mulai gaji pejabat hingga anggaran pendukung untuk kegitatan kementerian. 

 

Efisiensi Anggaran dalam Sudut Pandang Kapitalis


Menurut Pengamat Kebijakan Publik Dr. Rini Sjafri menyampaikan bahwa kebijakan efisiensi anggaran sejatinya wujud kelalaian negara terhadap urusan kehidupan masyarakat.


"Sebagaimana prinsip earning rather than spanding (menciptakan pendapatan dan tidak sekadar membelanjakan) dari konsep reinventing government. Pada gilirannya negara hadir untuk mendagangkan kemaslahatan hidup masyarakat," ucapnya kepada MNews, Jumat (19-2-2025).


Beliau juga menjelaskan bahwa efisiensi anggaran bukan sekadar penghematan, peniadaan belanja yang tidak perlu, kemudian digunakan untuk pembiayaan program yang lebih bermanfaat bagi masyarakat. Faktanya esensi efisiensi anggaran adalah bagaimana setiap rupiah yang dikeluarkan negara harus memberikan keuntungan atau pemasukan pada kas negara.


Pada akhirnya, spirit relasi pemerintahan dan rakyat adalah bisnis (interpreneur government), bukan lagi pengurus dan pelayan bagi rakyat. Setiap unit-unit teknis pelaksana fungsi milik negara harus dikelola dengan prinsip untung rugi.


Dalam konsep pelaksanaannya juga menggunakan konsep khusus yaitu Penganggaran Berbasis Kinerja atau PBK. Pastinya konsep ini menyatu dan erat dengan sistem ekonomi kapitalisme yaitu memberikan ruang yang luas kepada individu atau korporasi untuk menguasai modal sebanyak-banyaknya sebagaimana paham kebebasan memiliki dari ideologi sekularisme.


Pandangan hidup kapitalisme tentang hajat hidup masyarakat adalah komoditas untuk dijadikan objek pertumbuhan ekonomi dan bisnis. Oleh karenanya, korporasi difungsikan sebagai operator, yakni yang menguasai hajat hidup masyarakat sehingga negara harus dikeluarkan dari tugas asalnya sebagai pelayan rakyat dan beralih fungsi sebagai regulator atau fasilitator.


Dominasi korporasi makin menguat dengan keberadaan oligarki dan kepemimpinan yang populis otoritarian. Akhirnya mengarahkan kondisi di mana rakyat harus mengurusi kehidupan mereka sendiri sehingga menimbulkan kezaliman di mana-mana dan semakin meluas. Lalu, terjadilah berbagai persengketaan dalam kehidupan masyarakat.


Hampir seluruh masyarakat menemui kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Mulai dari pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Akhirnya meninbulkan banyak tindakan kriminal di tengah kehidupan masyarakat. Hal ini akan terus berlangsung selama negara tetap menerapkan sistem demokrasi kapitalis dalam pelaksanaan pemerintahannya. 

 

Islam Solusi Segala Problematika


Kekuasaan dalam sistem Islam diatur dalam hukum syarak. Di mana khalifah sebagai kepala negara menjalankan kekuasaanya sebagai pelaksana hukum syarak. Khalifah bertugas sebagai raa’in atau pengurus umat juga pelayan umat. Mengurusi urusan umat menjadi tugas asli dan fungsi pokok yang dibebankan syarak kepada negara yang tidak boleh dilalaikan sedikitpun. Negara bertanggung jawab terhadap segala permasalahan yang terjadi di tengah-tengah umat.


Dalam sistem politik maupun ekonomi Islam memiliki pengaturan yang sempurna. Negara sebagai pelindung kemaslahatn umat, mencegah kezaliman, dan menyelesaikan persengketaan yang terjadi di tengah kehidupan umat. Negara memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan tugas-tugasnya dan fungsi politiknya.


Dalam sistem Islam, negara tidak akan kekurangan anggaran untuk mengurusi urusan rakyat, yang berasal dari 3 pos pemasukan negara, yaitu pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum, dan pos infak, sedekah, dan zakat yang dikelola oleh Baitumal.


Tugas negara sebagai pelayanan memastikan bahwa setiap unit teknis pelaksana fungsi negara seperti fasilitas kesehatan, satuan pendidikan dan badan usaha milik negara harus dikelola dengan prinsip pelayanan penuh agar terwujud kemaslahatan publik dan terpenuhi hajat hidup masyarakat yang akan dijadikan sebagai ukuran kerja negara.


Sebagaimana seorang Khalifah Umar bin Abdul Azis yang benar-benar menjalankan kekuasaanya dengan memastikan langsung keberadaan umatnya untuk mendapatkan kesejahteraan hidup yang merupakan hak mereka dan kewajiban khalifah sebagai pelaksana pelayan umat. Tanpa harus melakukam efisiensi anggaran sehingga pada masa itu tidak ada satupun rakyatnya yang mengalami kemiskinan dan kelaparan hingga harta yang akan dibagikan kembali lagi ke Baitulmal.


Konsep kekuasaan yang bersifat sentralisasi memastikan negara memiliki kewenangan dan kekuasaan untuk membuat keputusan politik secara cepat dan tepat. Konsep yang pernah diterapkan ini telah dirasakan kemaslahatan dan kebaikannya oleh umat manusia baik umat Islam maupun selain Islam di seluruh penjuru dunia selama 13 abad dan telah menghasilkan peradaban yang gemilang.


Oleh karenanya, urgensi untuk menghadirkan kembali kekuasaan Islam yakni dengan menegakkan Daulah Islamiah adalah hal yang wajib untuk diperjuangkan. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]