Fenomena Kenaikan Harga di Bulan Ramadan Terus Terulang
Opini
Kenaikan harga sembako ini berdampak pada perekonomian negara
juga rendahnya daya beli masyarakat
______________________
Penulis Ika Kartika
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kenaikan harga sembako kembali terjadi menjelang bulan suci Ramadan dan menjadi fenomena yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia.
Kenaikan harga sembako ini berdampak pada perekonomian negara, juga rendahnya daya beli masyarakat. Penyebab utamanya adalah spekulasi harga karena tidak adanya kontrol dari negara.
Fenomena tersebut merupakan buah dari kapitalisme-sekularisme. Bagaimana solusi untuk mengatasi kenaikan harga tersebut? Adapun kenaikan harga yang signifikan adalah bahan pangan seperti beras, telur ayam, daging ayam, daging sapi, cabai rawit, cabai merah, dan minyak goreng.
Sejumlah bahan pangan tersebut sangat memengaruhi daya beli masyarakat luas sehingga kenaikan signifikan akan sangat terasa selama bulan Ramadan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri. (tribunnews.com, 10-02-2025)
Sejumlah pedagang mengungkapkan bahwa harga-harga sudah mulai terasa naik sejak dua minggu sebelumnya dan keadaan sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Salah satu pedagang lainnya juga mengungkapkan bahwa kenaikan harga bahan pangan sekarang sangat jauh berbeda dari tahun lalu.
Karena pada tahun ini beliau menjual dagangannya dengan harga yang sangat pesat, dari awal Rp36.000/kilo menjadi Rp42.000/kilo hanya dalam dua minggu saja. Hal ini disebabkan karena daya beli beliau ke pasar induk juga mengalami kenaikan. Dengan sangat berat hati, beliau harus menaikkan harga jual.
Demikian fenomena harga-harga bahan pokok di pasaran yang akan selalu menjadi hal yang lumrah dan biasa terjadi kala ada momen-momen tertentu. Ini bukanlah hal yang aneh lagi bagi para penguasa untuk mencari solusi dalam mengatasi semua permasalahan mengenai kenaikan bahan-bahan pokok. Ini merupakan PR besar dan panjang bagi negara, bahkan sering kali berlalu begitu saja tanpa ada solusi yang dilakukan. Pada akhirnya, masyarakat tetap harus menerima keadaan ini.
Salahnya dalam sistem ekonomi kapitalisme, kebijakan harga diserahkan kepada mekanisme pasar, dan para pelaku pasar pun bebas melempar barang dan menjual dengan harga tinggi demi keuntungan pribadi. Sejatinya, kondisi demikian sangat menunjukkan kegagalan negara dalam mengurus rakyat dan kesejahteraan serta mengantisipasi agar sembako tetap murah. Masyarakat, bahkan bukan hanya bahan pokok saja, merasakan dampaknya.
Cara lain yang bisa diambil adalah jika kenaikan barang terjadi karena adanya aksi penimbunan oleh para pedagang, negara harus turun tangan dengan menjatuhkan sanksi kepada pelaku penimbunan.
Solusi Islam
Dalam Islam, ada solusi atau pandangan yang berbeda dalam mengatur kebutuhan masyarakat. Begitu juga jika terjadi manipulasi harga terhadap pembeli atau penjual yang sama-sama tidak mengetahui harga pasar, pelakunya juga harus dikenakan sanksi. Semua ini tentu harus diawasi oleh negara dengan bantuan Qadi Hisbah (hakim).
Demikian cara Islam mengatasi masalah kenaikan bahan pokok dan menjaga kestabilan harga. Semua itu hanya akan terwujud dalam sistem Islam. Karena itu, sangat dibutuhkan perubahan metode atau penerapan Islam kafah, yang akan mengubah cara pandang kapitalisme dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Cara pelaksanaannya harus dilakukan oleh pemimpin yang paling tinggi, yang harus mengemban atau bertanggung jawab. Sesungguhnya Allah Swt. telah menetapkan pemerintah Islam berperan sebagai ra'īn (pengurus umat) dan junnah (pelindung). Hal ini sudah ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya: "Imam (Khilafah) adalah ra'īn (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Muslim dan Ahmad)
Cara-cara Islam tidak merusak metode pasar. Hal pertama yang akan dilakukan adalah menghilangkan atau memberantas kecurangan-kecurangan seperti penimbunan, kartel, dan sebagainya. Abi Umamah Al-Bahili berkata: "Rasulullah SAW melarang penimbunan makanan." (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]