Alt Title

Momentum Bulan Suci, Pertamina Malah Beraksi

Momentum Bulan Suci, Pertamina Malah Beraksi



Sebagai kepemilikan umum, tentu seharusnya pengarah tata kelola minyak ini

menjadikan hasil produksi dapat digunakan masyarakat 

___________________


Penulis Daun Sore 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dalam menyambut bulan suci Ramadan, sebagian umat muslim mempersiapkan perbekalan yang dapat dijalankan saat Ramadan tiba. Mulai dari latihan puasa Senin-Kamis, mempersiapkan planning apa saja untuk menggait sebanyak-banyaknya pahala, sampai pada masyarakat yang berbondong-bondong menyiapkan bahan dan menu untuk berbuka atau sahur.


Aktivitas ini tentu menjadi rutinitas bagi kamu muslim. Meski demikian, tetap ada yang tidak menjadikan momentum bulan Ramadan ini sebagai hal yang istimewa. Namun, di tengah persiapan bulan mulia ini, masyarakat dihebohkan dengan kasus yang sebenarnya sudah pernah mengemuka beberapa tahun lalu. Akan tetapi, mendekati bulan Ramadan kasus ini kembali naik sampai membawa 7 tersangka di dalamnya, yaitu korupsi tata kelola minyak mentah. 


Sebagaimana disampaikan oleh Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Abdul Qohar yang menegaskan temuan adanya pengoplosan atau blending pertamax dalam konstruksi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah serta produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada tahun 2018-2023. Dugaan ini ditemukan penyidik berdasarkan saksi juga alat bukti yang terkumpul.(kompas.com, 27-02-2025)


Dasar Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah


Perlu diketahui, bahwa minyak yang baru didapat di pengeboran memiliki warna hitam pekat. Artinya, minyak tersebut masih kotor dan belum bisa dipakai sebagai bahan bakar minyak (BBM). Minyak tersebut dinamakan minyak mentah yang perlu proses pemurnian terlebih dahulu di kilang minyak sebagai tempat pemurniannya. 


Dalam hal ini, yang berhak untuk mengimpor minyak mentah untuk di proses di kilang minyak adalah kilang Pertamina Internasional. Kemudian, pengimpor minyak hasil olahan kilang adalah Pertamina Patra Niaga.


Ketika negeri memproduksi minyak mentah, Pertamina menolak hasil minyak oleh KKKS dengan alasan harga minyak mentah domestik tidak ekonomis dan spesifikasinya tidak sesuai dengan kapasitas kilang. Maka, minyak mentah produksi dalam negeri diekspor ke luar negeri. 


Dampak selanjutnya yang terjadi adalah produksi dalam negeri tidak mencukupi padahal seharusnya distribusi produksi minyak mentah harus mengutamakan masyarakat dalam negeri, bukan diekspor ke luar.


Akibat hal ini, produksi minyak mentah berkurang. Membuat pertamina mengadakan impor minyak mentah yang faktanya harganya jauh lebih tinggi. Pada saat mengadakan impor minyak mentah, PT Kilang Pertamina Internasional dan PT Pertamina Parta Niaga melakukan pembelian ilegal dengan pihak broker atau pihak perantara penjual dan pembeli. Sampai ketika BBM dijual ke masyarakat, harganya menjadi lebih tinggi. 


Dalam kasus ini, menyebabkan negara mengalami kerugian sebesar Rp193,7 T dalam hitungan 2023 per tahun sejak 2018. Bisa dibayangkan jika 1 tahun saja kerugiannya mencapai hampir Rp200 T, Bagaimana dengan tahun sebelumnya?


Mengapa Hal ini Dapat Terjadi?


Sebenarnya, teknis pengelolaan minyak mentah ini patut dipertanyakan. Mulai dari produksi awal minyak mentah sampai pada tahap akhir kecukupan untuk masyarakat. Pengarah utama daripada Pertamina seharusnya mampu mengutamakan kebutuhan bagi rakyat dalam negeri, bukan justru dijual sebagai langkah awal memasukkan komoditas ke kantong milik sendiri.


Sebagai kepemilikan umum, tentu seharusnya pengarah tata kelola minyak ini menjadikan hasil produksi dapat digunakan masyarakat tanpa kekurangan apalagi penambahan biaya karena hasil minyak ini adalah milik umum atau masyarakat.


Solusi Islam dalam Mengelola Minyak


Minyak adalah salah satu dari kepemilikam umum. Hak kepemilikan benda atau manfaat yang dipergunakan untuk masyarakat, tidak boleh dijadikan hak negara dan individu. Minyak termasuk ke dalam sumber alam yang jumlahnya tidak terbatas. Maka dari itu, ia termasuk pemilikan umum. Seharusnya tidak ada pengambilan hak umum sebagai hak pribadi, termasuk pilihan daripada memprioritaskan impor produksi minyak ketimbang prioritas dalam negeri atas kebijakan sendiri.


Dalam pengelolaan dan penjagaannya, Islam dengan kebijakan syariat sudah menurunkan cara bagaimana kepemilikan umum dapat dikelola dengan baik tanpa pelanggaran apalagi korupsi. Hasil kelola minyak misalnya, akan sepenuhnya dikembalikan untuk rakyat tanpa ada pengambilan untuk disimpan individu sedikitpun. Produksi dan hasil sumber alam (barang tambang) akan terus berputar sehingga rakyat tidak pernah kekurangan apalagi mengalami keberhentian BBM. 


Apa yang terjadi apabila ternyata tata kelola minyak mengalami penyimpangan? Dengan sangat sigap negara akan turun langsung melihat kondisi lapangan dan langsung memberi uqubat (sanksi) pada orang-orang yang terlibat atas pelanggaran syariat. Sanksi yang ditetapkan juga ampuh untuk memberi efek jera kepada para pelanggar berupa hukum ta’zir oleh Khalifah atau pemimpin.


Alhasil, tidak ada lagi kejahatan-kejahatan yang terjadi karena hukuman yang adil dan menjerakan. Sebagaimana hukum kisas atau bunuh balik atas pelaku pembunuhan. Sayangnya, cara ampuh ini hanya mampu dirasakan apabila negara sudah mengganti sistem  yang diperintahkan oleh Allah melalui tegaknya Daulah Islamiah.


Hanya Daulah-lah yang mampu menghukum jera para pelaku kejahatan sesuai dengan hukum Allah sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Apabila metode atau sistem ini diterapkan pada negara demokrasi, tentu tidak akan mungkin cocok karena memang pada kenyataannya, ide dalam Islam sangat bertentangan dengan ide demokrasi kapitalis. Metode akan mampu berjalan apabila ide yang diemban memiliki keselarasan sempurna.


Untuk mengembalikan sistem negara yang Allah ridai serta keadilan yang hakiki, tentu sangat perlu mendakwahkan sistem Islam. Di mana dakwah ini tidak akan mampu dijalani oleh seorang saja, maka diperlukan dakwah jemaah sebagai kerja sama dalam mewujudkannya. Wallahualam bissawab.[Dara/MKC]