Alt Title

Program MBG Setengah Hati, Islam Punya Solusi

Program MBG Setengah Hati, Islam Punya Solusi




Islam sebagai sistem kehidupan memiliki solusi hakiki 

dalam menangani masalah gizi masyarakat

______________________


Penulis Neni Maryani

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pendidik


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dana makan bergizi gratis (MBG) adalah anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah untuk menyediakan makanan bergizi secara gratis bagi masyarakat yang membutuhkan. Program ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat dengan memastikan akses nutrisi yang baik.


Dalam pelaksanaannya, dana MBG tidak boleh digunakan untuk "sharing" atau dibagi-bagi ke program lain. Pemerintah daerah (Pemda) hanya boleh membantu dalam hal infrastruktur pendukung program ini, bukan dalam pendanaan langsung.


Program makan bergizi gratis (MBG) seharusnya menjadi terobosan untuk mengatasi masalah gizi bagi peserta didik dan kelompok rentan seperti ibu hamil, menyusui, balita, dan lansia. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa program ini masih jauh dari kata ideal.  Kapasitas dapurnya hanya mampu menyediakan 3.500 porsi makanan, sedangkan kebutuhan untuk peserta didik saja mencapai 3.300 porsi, hanya tersisa 200 porsi untuk kelompok rentan lainnya. (kompas.com, 18-02-2025)


Dari angka tersebut, terlihat jelas bahwa MBG bukanlah solusi komprehensif. Skema yang diterapkan justru menunjukkan lemahnya perencanaan dan ketidaksiapan pemerintah dalam menangani masalah gizi secara serius. Apalagi jumlah yang terbatas ini belum tentu bisa mencakup seluruh ibu hamil, menyusui, balita, dan lansia yang membutuhkan. Ini menunjukkan bahwa MBG lebih bersifat tambal sulam dari pada solusi fundamental.


Akar Masalah: Sistem yang Tidak Berpihak pada Rakyat


Ketimpangan dalam distribusi gizi ini bukanlah hal baru dalam sistem saat ini. Penyebab utama dari masalah gizi di Indonesia adalah sistem ekonomi yang masih berbasis kapitalisme. Dalam sistem ini, pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, termasuk pangan dan gizi, lebih banyak bergantung pada mekanisme pasar daripada tanggung jawab penuh negara. Akibatnya, banyak keluarga yang sulit memenuhi kebutuhan gizi karena faktor ekonomi.


Selain itu, keterlibatan pemerintah daerah yang hanya sebatas penyediaan infrastruktur menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah dalam menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat. Jika pemenuhan gizi masyarakat hanya bergantung pada sisa porsi dari MBG peserta didik, maka jelas bahwa program ini tidak dirancang untuk menjadi solusi mendasar bagi masalah gizi di Indonesia.


Program MBG yang ada saat ini masih jauh dari solusi yang diharapkan. Dengan keterbatasan anggaran dan perencanaan yang lemah, program ini tidak mampu memberikan dampak signifikan dalam mengatasi masalah gizi masyarakat. Masalah ini menunjukkan bahwa solusi parsial dalam kapitalisme tidak akan mampu menjamin kesejahteraan rakyat secara menyeluruh.


Solusi dalam Islam: Negara Menjamin Pemenuhan Gizi Secara Penuh


Islam sebagai sistem kehidupan memiliki solusi hakiki dalam menangani masalah gizi masyarakat. Dalam Islam, pemimpin (khalifah) bertanggung jawab sepenuhnya atas kesejahteraan rakyat, termasuk pemenuhan gizi. Rasulullah ﷺ bersabda:


"Imam (pemimpin) adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim)


Islam mewajibkan negara untuk mengelola sumber daya alam dan kekayaan negara demi kemaslahatan rakyat. Dengan sistem ekonomi Islam, negara akan memiliki sumber dana yang cukup untuk memastikan setiap warga negara mendapatkan makanan bergizi tanpa harus bergantung pada "sisa porsi". Negara juga akan mengelola distribusi pangan dengan sistem yang adil, sehingga tidak ada kelompok yang tertinggal.


Dalam sejarah peradaban Islam, kebijakan seperti Baitulmal digunakan untuk menjamin kebutuhan dasar rakyat, termasuk pangan. Ketika terjadi kelaparan di masa Khalifah Umar bin Khattab, beliau tidak hanya mengandalkan solusi parsial, tetapi mengambil tindakan komprehensif dengan membuka gudang bahan pangan negara, membagikan makanan secara langsung kepada rakyat, serta memastikan distribusi yang merata.


Jika sistem ini diterapkan, maka masalah gizi di Indonesia bisa diselesaikan secara tuntas. Tidak ada lagi kasus di mana kelompok rentan hanya mendapatkan sisa dari peserta didik. Sebaliknya, setiap individu akan mendapatkan haknya secara layak sesuai dengan kebutuhan.


Hanya dengan kembali kepada sistem Islam, yakni menerapkan syariat Islam secara kafah, pemenuhan gizi masyarakat bisa dijamin secara menyeluruh. Negara akan bertanggung jawab penuh terhadap pemenuhan kebutuhan pangan rakyat, bukan hanya mengandalkan mekanisme pasar atau program berbasis sisa porsi. 


Oleh karena itu, umat harus menyadari bahwa solusi hakiki terhadap permasalahan ini hanyalah dengan menerapkan Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]