Alt Title

Ramadan Berbalut Kemaksiatan: Saatnya Islam menjadi Junnah

Ramadan Berbalut Kemaksiatan: Saatnya Islam menjadi Junnah




Kita jadikan Ramadan kali ini sebagai momentum perubahan hakiki

Menjadikan Islam tidak hanya agama ritual saja


___________________


Penulis Rahma Zakiyyah Ulfa

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Terbitnya pengaturan jam operasional usaha pariwisata di Jakarta saat bulan Ramadan tercantum pada pengumuman dari dinas pariwisata dan ekonomi kreatif DKI Jakarta Nomor e-0001 Tahun 2025 yang menyatakan bahwa adanya pembatasan jam buka di beberapa jenis usaha pariwisata.


Adapun jenis usaha pariwisata tersebut seperti kelab malam, diskotek, mandi uap, rumah pijat, dan arena permainan ketangkasan manual. Meskipun hal ini diatur demi menghormati adanya bulan suci Ramadan, pengaturan tersebut menunjukkan adanya kebolehan untuk tetap melakukan kemaksiatan. Asalkan sesuai dengan kebijakan yang pemerintah berikan seperti buka hanya di jam malam. Jika fasilitas tersebut menyatu dengan hotel bintang empat dan bintang lima. (metronews.com, 28-02-2025)


Hal ini menggambarkan bahwa pemerintah tidak serius dalam menyikapi munculnya aktivitas-aktivitas yang memiliki potensi berujung pada maksiat dan berbuah dosa.(news.republika.co.id, 02-03-2025)


Tidak hanya itu, tempat hiburan pun tidak lagi dilarang untuk beroperasi pada siang hari maupun malam hari di Banda Aceh. Dalam rangka bentuk perwujudan aspirasi dari masyarakat dan agar tidak terlalu kaku. Seolah peraturan yang melarang jam buka operasi tersebut merupakan solusi yang tidak relevan dengan masa kini, yang dinilai lebih modern. (viva.co.id, 27-02-2025)


Bentuk toleransi yang diberikan bukan lagi untuk menghilangkan adanya potensi kemaksiatan selama bulan Ramadan, tetapi hanya membatasinya saja sehingga Ramadan bukan lagi dipandang menjadi bulan yang suci. Padahal justru kemaksiatan itulah yang menjadikan penghormatan yang dilakukan tidak ada gunanya dan hilang kesuciannya. 


Asas Manfaat Kapitalisme: Bentuk Toleransi terhadap Maksiat


Kemaksiatan masih subur di tengah-tengah masyarakat karena nilai-nilai yang dipakai saat ini tidak lagi berasaskan islam, tetapi nilai yang lekat dengan hawa nafsu manusia, yakni nilai manfaat. Meskipun tetap dilarang adanya perjudian selama jam buka tempat-tempat tersebut, tetapi minuman keras (miras), bukannya diskotek, dan lain sebagainya, merupakan wujud nyata pandangan masyarakat dan negara adalah asas kebermanfaatan.


Asal dapat menambah pemasukan devisa negara, dan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku, tetap diperbolehkan buka. Akhirnya, kemaksiatan yang terjadi justru yang ditolerir. Nilai manfaat merupakan sudut pandang sistem kapitalisme yang memiliki prinsip kebebasan, yaitu bagaimana memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya. 


Keuntungan yang dimaksud yakni manfaat yang diperoleh tanpa memandang baik atau tidak, bahkan berpahala atau berdosa dalam Islam. Tak dimungkiri, segala kebijakan yang ada hari ini bukannya berdampak baik dan menyejahterakan, justru menimbulkan kerusakan dan masalah yang semakin runyam. Pemuda akhirnya tidak fokus untuk memperbanyak amal pahala di bulan Ramadan, tapi hanya sebatas berpuasa dari subuh hingga maghrib, sedangkan setelahnya berfokus pada pemuasan hawa nafsu dan maksiat tetap jalan. 


Urgensi Islam sebagai Junnah dalam Kehidupan


Islam mampu memberi solusi konkret dibandingkan kapitalisme yang semakin menyuburkan kerusakan di tengah-tengah manusia karena Islam mengatur berlandaskan akidah bukan asas manfaat. Islam menjadikan seorang muslim bertingkah laku dengan sudut pandang akidah Islam, yakni berdasarkan baik dan buruk yang telah distandarkan oleh syariat Islam.


Baik dan buruk itu relevan dengan perolehan hasil perbuatan yang dilakukan, yaitu berpahala atau berdosa sehingga manusia pun menyikapi sesuatu bukan karena adanya manfaat atau tidak, tetapi apakah Allah rida terhadap sikap manusia tersebut. Ketakwaan muncul tidak hanya individu, tetapi masyarakat sehingga suasana ketaatan pun terjaga, baik itu di bulan Ramadan maupun setelahnya. Kuatnya ketakwaan dalam diri masyarakat hanya dapat diperoleh dari konsep pendidikan dalam Islam. 


Konsep pendidikan Islam berfokus pada membentuk syakhsiyah (kepribadian) Islam. Syakhsiyah tersebut terdiri dari sisi pola pikir dan pola sikap yang lahir dari Islam. Pembentukan pola pikirnya yang khas, yakni pemahaman yang dimiliki itu berstandar pada hukum syariat Islam, baik dari segi perbuatan maupun benda. Pola pikir yang khas tersebut melahirkan pola sikap yang khas pula, yaitu terlihat pada perilakunya yang sesuai dengan syariat Islam di seluruh aspek kehidupan.


Alhasil, mewujudkan pribadi yang memiliki kesadaran bahwa dirinya akan senantiasa terikat pada Rabb-nya dan akhirnya selalu berakhlakul karimah sesuai dengan apa yang Allah ridai serta Rasulullah contohkan. Jika kesadaran tersebut terus ada dan kuat, hal itu akan berbuah ketaatan dan terhindar dari kemaksiatan, yang memang senantiasa lekat dengan kerusakan. Dengan kata lain, Islam hadir menjadi junnah (perisai) untuk kehidupan dan pasti akan mewujudkan kesejahteraan karena sesuai dengan yang Sang Pencipta aturkan. 


Akan tetapi, kesesuaian tersebut hanya akan ada jika kita menjadikan Islam tidak lagi sebagai agama musiman yang disuasanakan hanya pada saat Ramadan saja bahkan tetap ada kemaksiatan di dalamnya. Namun, menjadi pribadi yang memiliki syakhsiyah Islam itu dengan menjadikan Islam hadir kapan pun dan dimanapun dia berada, yakni sebagai ideologi.


Ideologi ini tidak akan mampu menjadikan masyarakat sejahtera, jika tidak diterapkan dalam ranah institusi. Sama halnya seperti berbagai dinamika sosial masyarakat itu dipengaruhi oleh kebijakan apa yang telah diterapkan oleh negara. Apabila Islam hadir, kemudian masyarakat tersebut terdidik menjadi orang yang bertakwa dan negara menjadi support system yang menerapkan syariat Islam secara kafah, tidak akan ada fasilitas-fasilitas umum yang berpotensi menyuburkan kemaksiatan bahkan menurunkan tingkat kejahatan secara signifikan. 


Diskotek ditutup, minuman keras dilarang sehingga tidak akan ada potensi kejahatan. Sebagaimana minuman keras adalah induk segala perbuatan keji, situs porno dan judi online pun ditutup sehingga menciptakan pribadi yang bertakwa dan terpelihara ketakwaannya. Oleh karena itu, Ramadan akan menjadi bulan kemuliaan yang dinanti kehadirannya karena menjadi ladang amal saleh dan bukan menjadi momen saja.


Bulan Ramadan merupakan bulan diturunkannya petunjuk dari Allah yakni Al-Qur’an yang di dalamnya dapat menuntun seorang muslim menjadi seorang yang bertakwa dan membentuk masyarakat yang bertakwa pula. Jika negara menerapkan syariat Islam untuk mewujudkannya. Kesejahteraan rakyat pun akan terwujud dan Islam hadir sebagai junnah (pelindung) rakyatnya dari segala kerusakan.


Sesuai dengan firman Allah:


وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ


Artinya: "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." 


Mari kita jadikan Ramadan kali ini sebagai momentum perubahan hakiki. Menjadikan Islam tidak hanya agama ritual saja, namun satu-satunya solusi kehidupan yang penuh dengan kerusakan ini. Tak lain perubahan tersebut hanya bisa dicapai dengan penerapan Islam oleh negara yang mampu melahirkan generasi emas berkepribadian Islami dan mewujudkan peradaban mulia serta sejahtera. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]