Alt Title

Ramadan Tanpa Junnah, Maksiat Tetap Berjalan

Ramadan Tanpa Junnah, Maksiat Tetap Berjalan

 


Pengumuman mengenai aturan nomor e-0001 tahun 2025

hanya bentuk pengadaan tanpa penerapan yang tegas

_____________________


Penulis Sasmin

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Ramadan adalah bulan penuh berkah. Pintu-pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu. Selain itu, pahala di bulan ini dilipatgandakan sehingga banyak dari kita berbondong-bondong mengamalkan kebaikan. 


Bukan saja menahan lapar dan haus, tetapi nafsu juga ikut ditundukkan. Namun, banyak dari manusia tidak berbenah secara menyeluruh. Puasa hanya dimaknai menahan lapar dan haus. Ekspresi kebebasan maksiat sebelum Ramadan tidak luput, masih terus dilakukan. 


Faktanya, sejumlah diskotek di Jakarta boleh beroperasi. Selama Ramadan operasi usaha pariwisata di Jakarta hanya diatur, tidak ditutup. Sebagaimana Dinas Pariwisata dan Ekonomi  Kreatif telah menerbitkan pengumuman nomor e-0001 tahun 2025 tentang penyelenggaraan pariwisata di bulan Ramadan dari hari raya Idul Fitri 1446 H/2025 M. 


Dalam pengumuman tersebut terdapat aturan operasional usaha pariwisata. Salah satu ketentuan yang diatur pengumuman itu adalah terdapat beberapa jenis usaha pariwisata yang diwajibkan tutup selama H-1 Ramadan hingga H+1 hari kedua Idul Fitri. Jenis usaha pariwisata yang dimaksud adalah kelab malam, diskotek, mandi uap, rumah pijat, dan arena permainan ketangkasan manual. Akan tetapi, usaha pariwisata tersebut bisa beroperasi di hotel bintang empat dan bintang lima dalam pengadaannya jauh dari kawasan pemukiman warga, rumah ibadah, sekolah dan rumah sakit. (republik.com, 02-03-2025)


Artinya, pengumuman mengenai aturan nomor e-0001 tahun 2025 tersebut hanya bentuk pengadaan tanpa penerapan yang tegas. Aturan tersebut masih meminimalisir maksiat di bulan suci ini dengan sekadar membatasi tempat. Sementara itu, umat Islam sepatutnya fokus beribadah kepada Allah Swt.. Namun, dengan adanya tempat-tempat hiburan malam yang masih terbuka, tidak sedikit kaum muslim memanfaatkan waktu malamnya untuk bersenang-senang.


Kebijakan seperti ini dibuat setiap tahun di bulan Ramadan. Sebagai bentuk menghargai umat Islam yang sedang menjalakan ibadah puasa, setiap kepala daerah mengeluarkan surat edaran. Surat itu berisi perintah menutup sementara tempat-tempat hiburan malam. Akan tetapi, tidak sedikit daerah yang ternyata tidak menutup tempat hiburan malam.


Adapun tempat-tempat hiburan pasti identik dengan kemaksiatan padahal kemaksiatan apa pun itu tidak boleh dilakukan kapan pun, baik di luar bulan suci Ramadan apalagi dalam bulan suci Ramadan. Namun, sikap pemerintah memperlihatkan normalisasi terhadap kemaksiatan dengan adanya surat edaran tersebut.


Mirisnya, pelaku maksiat difasilitasi. Sepatutnya pelaku maksiat harus dihukum agar pelaku maksiat menjadi jera dan berkurang. Sejatinya, kebijakan apa pun yang diedarkan oleh pemerintah tidak akan berpengaruh. Apalagi mengurangi pelaku-pelaku maksiat bilamana seluruh tempat hiburan malam tidak ditutup dan pelaku maksiat tidak diberi sanksi sesuai perbuatannya.


Fakta demikian membuktikan bahwa negara kita benar-benar sekuler. Syariat Islam hanya dilakukan di bulan Ramadan saja. Sementara pada bulan-bulan lainnya syariat Islam tidak diterapkan sebagai aturan kehidupan. Akibatnya, seusai Ramadan banyak dari umat Islam kembali melakukan maksiat. Hal ini sangat memprihatinkan.


Umat Islam diwajibkan taat kepada Allah Swt.. Sebaliknya, umat Islam malah dijauhkan dari ketaatan. Semua itu terjadi akibat tidak adanya perhatian pemerintah kepada masyarakatnya. Mengembangkan ekonomi negara menjadi alasan jitu diberlakukannya kebijakan sarat maksiat tersebut.


Segala bentuk perbuatan dihalalkan selama membawa kemaslahatan. Demikianlah pengaturan negara dalam sistem sekuler kapitalisme padahal siapa sangka semua keuntungan yang mengatasnamakan negara nyatanya untuk oknum dan kelompok tertentu.


Umat Islam tidak bisa terus-menerus hidup dalam kubangan sekuler kapitalisme ini sebab dampak dari penerapan sistem kapitalis adalah kemaksiatan terus marak terjadi. Oleh karena itu, umat Islam sesungguhnya membutuhkan perisai yang mampu melindungi mereka dari kemaksiatan dan membawa pada ketaatan.


Adapun yang mampu membawa umat pada perbuatan baik hanya dengan diterapkannya sebuah sistem yang benar. Sistem yang mengatur setiap aspek kehidupan manusia secara komprehensif. Mampu membawa pada ketaatan kepada Allah Swt.. Sistem itu adalah sistem Islam kafah. Jika syariat Islam kafah menjadi sumber hukum negara ini, pasti masyarakat akan berada di jalan yang benar dan tujuan hidupnya pasti. 


Syariat Islam berlaku kapan pun dan di mana pun. Tanpa melihat sikon, syariat Islam wajib diterapkan sebab dengan adanya dukungan sanksi yang tegas bagi pelaku maksiat, pelakunya akan jera dan otomatis akan berkurang. Negara tidak akan membiarkan adanya perbuatan haram.


Selain itu, negara akan merekrut aparat penegak hukum yang bertakwa sehingga secara komprehensif negara akan menerapkan prosedur tersebut untuk memberantas segala bentuk kemaksiatan. Wallahualam bissawab. [Eva-Dara/MKC]