Alt Title

Ramadan Tanpa Perlindungan, Maksiat Tak Terhentikan

Ramadan Tanpa Perlindungan, Maksiat Tak Terhentikan

 



Kehadiran bulan Ramadan saja tidak mampu 

mencegah mereka dari perbuatan maksiat

___________________


Penulis Aryndiah 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Memasuki bulan Ramadan 1446 H, Pemprov DKI Jakarta melarang sejumlah tempat hiburan malam beroperasi selama bulan Ramadan hingga hari raya Idul Fitri.


Tempat hiburan malam yang wajib ditutup adalah klub, diskotek, mandi uap, rumah pijat, arena permainan ketangkasan orang dewasa, dan bar. Pengaturan ini tertulis dalam Surat Pengumuman Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Nomor e-0001 Tahun 2025 Tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata Pada Bulan Suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1446 Hijriah atau 2025 Masehi.


Namun, larangan ini dikecualikan oleh Disparekraf DKI Jakarta, jika tempat hiburan malam tersebut berada di hotel bintang 4 dan bintang 5, serta kawasan komersial, tidak berdekatan dengan pemukiman warga, rumah ibadah, sekolah, atau rumah sakit. Sementara itu, untuk karaoke dan rumah biliar masih boleh beroperasi hingga pukul 12 malam. (detik.com, 01-03-2024)


Hal ini juga disampaikan oleh Wakil Gubernur Jakarta Rano Karno, ia menyampaikan bahwa pihaknya akan bertemu dengan para pengusaha tempat hiburan malam dan berupaya meyakinkan mereka untuk memahami situasi saat ini yang telah memasuki bulan Ramadan. Kemudian ia mengatakan bahwa tidak dapat dipungkiri kehidupan malam itu ada. Mengingat itu adalah sumber penghasilan mereka, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang tidak baik-baik saja hari ini. (detik.com, 24-02-2025)


Pengaturan jam operasional hiburan malam selama Ramadan menunjukkan bahwa kebijakan penguasa saat ini tidak benar-benar memberantas kemaksiatan. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan yang mereka buat hanya sebatas pada larangan atau pembatasan di bulan Ramadan saja dan tidak semua wilayah memberlakukan hal yang sama. Apalagi pemerintah juga mengecualikan beberapa tempat hiburan malam padahal adanya larangan atau pembatasan jam operasional tidak menjamin mereka akan mematuhi peraturan yang diberlakukan, mengingat lemahnya kondisi ekonomi saat ini.


Inilah potret penerapan sistem kapitalis sekuler dalam kehidupan. Sekularisme meniscayakan pemisahan agama dari kehidupan dan kapitalisme memandang segala hal berdasarkan aspek manfaat belaka. Buktinya, kehadiran bulan Ramadan saja tidak mampu mencegah mereka dari perbuatan maksiat. Disamping itu, masih ada kompromi dalam pelaksanaan aturannya dengan pertimbangan aspek ekonomi.


Inilah bukti nyata adanya sekularisasi dalam kehidupan. Banyak dari mereka yang memisahkan peran agama dalam kehidupan. Sehingga mereka merasa bebas melakukan apa saja selama terdapat aspek materi di sana.


Di sisi lain, adanya praktik kemaksiatan seperti ini menunjukkan gagalnya sistem pendidikan sekuler. Pendidikan sekuler menjadikan para pelajar bebas melakukan apapun tanpa mempertimbangkan apakah perbuatannya sesuai dengan syariat Islam atau tidak. Mereka lebih fokus untuk mendapatkan nilai tinggi bagaimanapun caranya meskipun harus berbuat curang. 


Hal ini akan berdampak pada kehidupan mereka setelah dari bangku pendidikan. Mereka akan melakukan apa pun untuk mendapatkan pekerjaan. Sekalipun pekerjaan tersebut menjurus ke arah kemaksiatan dengan pertimbangan kondisi ekonomi yang lemah saat ini.


Sungguh miris melihat kondisi kehidupan saat ini, dimana kemaksiatan sudah merajalela, tetapi tidak ada satu pun kebijakan pemerintah yang mampu memberantasnya padahal mereka mempunyai andil besar dalam mengatur kehidupan rakyatnya. Namun, apa yang bisa dari harapkan dari pemerintah yang juga menerapkan asas sekuler kapitalis dalam menjalankan pemerintahannya?


Mereka selalu saja membuat kebijakan parsial, sebatas untuk pencitraan saja karena aslinya mereka tidak benar-benar berniat memberantas kemaksiatan. Mereka juga turut merasakan keuntungan dari praktik maksiat yang ada. Lagi-lagi kebijakan dibuat berdasarkan aspek manfaat semata.


Sungguh hanya Islam saja yang mampu memberantas praktik kemaksiatan. Hal ini karena dalam Islam, kemaksiatan merupakan bentuk pelanggaran hukum syarak. Pelanggaran hukum syarak meniscayakan adanya sanksi yang diberlakukan bagi para pelakunya. Sanksi ini bertujuan agar tidak ada lagi masyarakat yang berani melakukan kemaksiatan, mengingat sanksi dalam Islam bersifat tegas dan tidak ada kompromi di dalamnya. 


Di samping itu, Islam juga mengatur semua aspek kehidupan, termasuk hiburan dan pariwisata. Hiburan dan pariwisata akan dijalankan berdasarkan aturan Islam dan bukan asas manfaat semata. Segala bentuk hiburan yang menjerumus ke dalam kemaksiatan akan tegas dilarang. 


Di sisi lain, negara akan menerapkan sistem pendidikan berdasarkan syariat Islam. Sistem pendidikan Islam akan membentuk pribadi pelajar menjadi pribadi yang berkepribadian Islam, yaitu pola pikir dan pola sikap berdasarkan Islam saja. Dengan demikian, akan terbentuk individu yang bertakwa dan akan terus berpegang teguh pada syariat Islam.


Termasuk memilih pekerjaan dalam bidang hiburan atau pariwisata. Jika itu sesuai dengan syariat Islam mereka bisa memilihnya. Namun, jika itu ada unsur kemaksiatan, mereka meninggalkannya. Dengan demikian, Islam adalah solusi tuntas untuk memberantas kemaksiatan saat ini.


Pengaturan Islam berlaku untuk semua kondisi, tidak hanya pada saat bulan suci Ramadan saja. Islam akan menjaga manusia dari aktivitas kemaksiatan. Maka dari itu, menjadi tanggung jawab kaum muslim untuk terus berdakwah Islam kafah di mana pun dan kapan pun untuk menyadarkan umat urgensi penerapan syariat Islam dalam kehidupan melalui penegakkan Daulah Islamiyah ala' Minhaj Nubuwwah. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]