Alt Title

Solusi Islam Menghadapi Gurita PHK Saat Ramadhan

Solusi Islam Menghadapi Gurita PHK Saat Ramadhan

 


Pemerintah akan menjadikan Ramadan sebagai bulan yang istimewa

Di mana rakyat tidak perlu sibuk dan pusing memikirkan harga-harga yang melonjak tajam
 

__________________


Penulis Tri Silvia

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pemerhati Masyarakat


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Ramadan tiba... Ramadan tiba... Ramadan tiba...
Ramadan tiba, semua bahagia
Tua dan muda bersukacita
Bulan ampunan, bulan yang berkah
Bulan terbebas api neraka


Ramadan telah tiba, semangat dan kegembiraan akan kedatangannya telah bergema di mana-mana. Namun untuk sebagian orang, Ramadan tahun ini justru jadi momen kerja keras. Mereka perlu berpikir keras untuk mengambil alternatif baru sumber pendapatan usai mendapat pemutusan hubungan kerja (PHK).


Sebagaimana diketahui bersama, banyak perusahaan yang mengalami gulung tikar. Secara random, perusahaan-perusahaan besar dengan latar belakang produksi yang berbeda terus berjatuhan. Mulai dari tahun kemarin hingga saat ini, perusahaan-perusahaan besar tumbang secara bergantian.


Pemutusan Hubungan Kerja yang Kian Menggurita


PT Danbi Internasional yang memproduksi bulu mata palsu telah mengakhiri operasionalnya pada Rabu (19-02-2025). Akibatnya, 2.100 orang terpaksa harus di PHK. Selain PT Danbi, ada juga PT Sanken yang berencana menghentikan operasionalnya pada Juni 2025. Jika ini terjadi, akan ada 459 orang yang juga mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). 


Sebelumnya, di awal tahun ini ada PT Yamaha Music Indonesia yang memproduksi piano dan berorientasi ekspor. Mereka telah memangkas 1.100 orang buruh dari dua pabrik besarnya, 400 orang di pabrik Cibitung dan 700 orang di pabrik Jakarta.


Lalu secara mengejutkan awal Ramadan kali ini ada PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex yang akhirnya dinyatakan pailit dan menghentikan operasionalnya pada Sabtu (01-03-2025).


Perusahaan yang telah berdiri sejak 1966 ini harus melepas 10.665 orang karyawannya dari empat perusahaan Sritex Group, yakni PT Sritex Sukoharjo, PT Bitratex Semarang, PT Sinar Panja Jaya Semarang, dan PT Primayuda Boyolali. Hal tersebut dilakukan perusahaan secara bergelombang, sejak Januari hingga akhir Februari 2025. (Tempo.co, 01-03-2025) 


Hal di atas diperparah lagi dengan adanya efisiensi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah pada sebagian besar kementeriannya. Besarnya pemotongan anggaran di tiap kementerian, membuat mereka menghemat berbagai biaya yang harusnya dikeluarkan, termasuk biaya untuk gaji karyawan dan ongkos perjalanan mereka. Lebih parahnya, ada yang sampai harus melakukan perampingan jajaran karyawan. Artinya, lagi-lagi pemutusan hubungan kerja (PHK). 


Ironis, secara keseluruhan ada lebih dari 14.000 orang yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) per Januari sampai sekarang. Di bulan Ramadan tahun ini, mereka semua harus berjuang untuk mendapat sumber pendapatan baru demi persiapan hari raya nanti.


Menjadi lebih miris lagi saat kita melihat jika para karyawan yang di PHK ini kebanyakan adalah angkatan tua. Artinya, jika mereka ingin mencari pekerjaan yang lain, mereka akan terganjal urusan batas maksimal usia juga kemampuan.


Akhirnya, persoalan ini menjadi masalah tersendiri yang sangat sulit dipecahkan dan membutuhkan perhatian penuh dari pemerintah. Jangan sampai kebutuhan mendesak mereka untuk persiapan hari raya dan lain-lain membuat mereka gelap mata dan melakukan kejahatan di tengah masyarakat. 


Pemimpin dan Tanggung Jawabnya atas Rakyat


Kondisi semacam ini sungguh tidak akan ada ketika negara menerapkan Islam sebagai sistem hidup mereka. Pasalnya, pemerintah kala itu paham betul sejauh mana mereka harus menjamin pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Mengingat hal tersebut adalah bagian dari tanggung jawab mereka sebagai pemimpin. Sebagaimana yang mereka pahami dari dalil yang artinya:


"... Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya... " (HR. Bukhari Muslim) 


Pemerintah dalam Islam paham betul akan tanggung jawabnya kepada rakyat yang ia pimpin. Mereka akan menjamin pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Salah satunya lewat ketersediaan barang-barang kebutuhan pokok di pasaran dan luasnya lapangan pekerjaan.


Pemerintah akan menyediakan berbagai macam lapangan kerja bagi rakyatnya, sesuai dengan sumber saya dan keahlian yang dimiliki. Di mana rakyat akan diupah sesuai dengan kesepakatan atau akad sebelum melaksanakan pekerjaannya.


Hal ini tentunya bukan satu-satunya kebutuhan yang dijamin oleh pemerintah. Negara akan menyediakan jaminan akan kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Artinya, negara menyediakan lapangan pekerjaan bukan untuk mengalihkan tanggung jawab mereka atas rakyatnya.


Hukum Bekerja dan Ketersediaannya Lapangan Pekerjaan 


Islam sangat memperhatikan urusan pekerjaan. Islam menganggap pekerjaan sebagai bagian dari ikhtiar untuk bertahan hidup dan salah satu tuntutan atau kewajiban yang harus dilakukan sebagai hamba-Nya.


Kewajiban mencari nafkah ataupun bekerja banyak tercantum dalam ayat-ayat Al-Qur'an maupun hadis. Salah satunya yang disebutkan dalam QS. At-Taubah: 105 yang artinya: "Katakanlah (Nabi Muhammad), 'Bekerjalah! Maka, Allah, rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan dikembalikan kepada (Zat) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia akan memberitakan kepada kamu apa yang selama ini kamu kerjakan'.” 


Wajibnya perkara mencari nafkah, pemerintah akhirnya memiliki tanggung jawab untuk menyediakan dan menyuburkan lapangan-lapangan kerja yang bisa ditempati. Hal ini telah dicontohkan secara apik oleh Rasulullah saw..


Dalam salah satu riwayatnya disebutkan bahwa Rasulullah pernah melelang barang seorang sahabat yang diketahui sedang berada dalam kondisi sulit. Kemudian sahabat yang lain membelinya sejumlah uang dua dirham. Lantas, Rasul menyuruhnya untuk memberikan uang satu dirham kepada keluarga dan satu dirham lainnya untuk membeli kapak. 


Usai membeli kapak, Rasul menyuruhnya untuk bekerja mencari kayu bakar dengan kapak tersebut. Beliau sampaikan untuk tidak kembali kepada Rasulullah sebelum 15 hari. Benar, setelah 15 hari berlalu, sahabat itu pun kembali kepada Rasulullah dengan membawa uang 10 dirham. Setelahnya Rasul berpesan, "Bekerja jauh lebih baik daripada meminta-minta."


Selain kewajiban bekerja dan menyediakan lapangan kerja untuk rakyat, pemerintah dalam Islam sangat memperhatikan kondisi ekonomi rakyatnya, terutama mereka yang lemah (sakit atau gila), wanita, anak-anak, ataupun orang-orang yang tidak mampu bekerja.


Pemerintah akan mengurutkan jalur nafkah mereka, dan menyerahkan mereka kepada yang bertanggung jawab. Jika sudah diurutkan namun tetap tidak menemukan, maka orang-orang tersebut akan menjadi tanggung jawab pemerintah secara penuh. 


Bulan Ramadan dan Kekhusyukan Ibadah


Bulan Ramadan akan menjadi momentum pemerintah untuk melayani rakyatnya. Alih-alih membiarkan harga sembako melambung tinggi, mereka akan membuat pengaturan sedemikian rupa agar di bulan tersebut rakyat bisa beribadah secara khusyu dan tenang. Tanpa memikirkan kebutuhan mereka sehari-hari atau bahkan kebutuhan mereka di momen hari raya. 


Islam memiliki sistem sendiri untuk mengatur jalannya perputaran ekonomi di masyarakat. Yang dengannya, pemerintah bisa menjamin agar barang-barang kebutuhan pokok tidak melonjak secara tiba-tiba pada bulan tersebut. Menitikberatkan pada persoalan distribusi, pemerintah akan menindak tegas pihak-pihak yang melakukan penimbunan, kecurangan dalam timbangan atau kualitas barang, dan lain-lain.


Islam akan mengatur persediaan barang-barang kebutuhan pokok agar tidak ada lagi istilah permintaan yang lebih besar daripada penawaran. Semua akan diukur berdasarkan jumlah populasi dan kebutuhan masyarakat saat itu. Alhasil, istilah kenaikan harga tidak akan melekat lagi dengan Ramadan, Idul Fitri, Idul Adha atau momen-momen lainnya. 


Pemerintah akan menjadikan Ramadan sebagai bulan yang istimewa. Di mana, rakyat tidak perlu sibuk dan pusing memikirkan harga-harga yang melonjak tajam. Apalagi di saat mereka mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).


Sungguh hal yang demikian hanya akan terjadi jika negara menerapkan sistem Islam dalam kehidupan. Semoga masa itu akan segera terlaksana sehingga segala masalah akan terselesaikan dengan mudah di bawah Daulah Islamiah. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]