Mudik Lebaran yang Aman dan Nyaman
Opini
Negara wajib membangun kebutuhan
transportasi publik yang aman, nyaman, murah, dan tepat waktu
____________________
Penulis Nurlina Basir, S.Pd.I
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Mudik adalah kebiasaan orang di Indonesia menjelang hari Raya Idul Fitri. Mengingat waktu libur yang panjang oleh para perantau dijadikan untuk sejenak pulang ke kampung halamannya. Momen bertemu, silaturahmi, dan berziarah dengan sanak keluarga. Melepas rasa rindu untuk bersama walaupun hanya beberapa hari.
Ada kebijakan pemerintah perihal mudik Lebaran tahun 2025 ini, setidaknya ada tujuh poin. Kebijakan tersebut adalah poin satu sampai tiga berkaitan dengan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) bagi para pekerja dan pegawai. Pada poin empat sampai tujuh yaitu pemberian diskon harga tiket penerbangan, jalan tol, kereta hingga diskon tarif paket internet dengan nilai diskon yang berbeda-beda dari masing-masing hal tersebut. Sesuatu demikian patut untuk disyukuri. (nasional.sindonews.com)
Namun di sisi lain, tidak semua orang yang melakukan mudik dalam suasana yang baik selama perjalanannya. Ada saja masalah yang berulang terjadi setiap tahunnya secara umum. Saat terjadi mudik keadaan yang baru muncul berupa kemacetan, ribetnya akses pelayanan sampai kecelakaan.
Adapun kecelakaan bisa terjadi karena padatnya pengendara di jalan atau kondisi jalan yang rusak atau tidak layak. Dalam operasi ketupat 30 Maret 2025 tercatat peningkatan volume kendaraan di sejumlah gerbang tol utama seiring dengan arus mudik lebaran.
Dampak Buruk yang Sistematis
Adanya aktivitas mudik menjelang Lebaran akibat dari banyaknya masyarakat yang bekerja di luar daerah bahkan sebagai TKA di luar negeri untuk mencari penghidupan. Lapangan kerja yang minim menjadi alasan berharap jika di daerah lain bisa dapat pekerjaan yang layak dengan gaji yang tinggi untuk bisa menghidupi keluarga.
Peran negara dalam menyediakan dan meratakan lowongan kerja sangat dibutuhkan sehingga tidak ada ketimpangan di tengah masyarakat. Pengurusan negara dalam sistem kapitalis sekuler menjadi permasalahan pokoknya. Negara lebih memprioritaskan keuntungan yang akan didapatkan dalam kebijakannya.
Islam Adalah Problem Solving
Sisi yang lain, Islam memandang bahwa masalah transportasi sebagai fasilitas publik yang tidak boleh dikomersilkan. Akibat dari pengurusan masyarakat yang berasas pada sistem kapitalis negara banyak menyerahkan kepada pengusaha untuk mengurusnya. Alhasil, jika masyarakat mau menikmati fasilitas yang baik maka harus bayar.
Masuk jalan tol misalnya sebagai jalan alternatif menghindari kemacetan dan mempermudah akses jalan, tetapi harus dibayar karena itu milik pengusaha atau swasta. Jika ada yang dibangun dari dana APBN sama saja tidak ada yang gratis. Untuk mengantisipasi terjadinya kemacetan dan banyaknya angka kecelakaan seharusnya diadakan jalan yang memadai.
Walaupun pengadaan pembangunan infrastruktur mahal dan rumit, tidak boleh negara menyerahkan pengelolaannya kepada swasta baik individu maupun kelompok tertentu. Infrastruktur jalan yang baik seharusnya bukan hanya tentang jalan tol, tetapi jalan umum dibuat kondusif minim kerusakan di kota maupun jalan di desa-desa. Bukan hanya orang kaya yang butuh jalan yang bagus, tetapi seluruh rakyat di negeri ini punya hak untuk mendapatkan fasilitas tersebut.
Negara wajib membangun kebutuhan transportasi publik yang aman, nyaman, murah, dan tepat waktu dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada. Pembiayaannya mutlak dari APBN supaya tidak terjadi komersialisasi. Namun, asasnya bukan mencari pemasukan untuk kembali ke APBN, tetapi fasilitas ini diberikan kepada masyarakat murni sebagai pelayanan tanpa bayaran.
Kisah Khulafaur Rasyidin Umar bin Khattab memberikan kita teladan kepemimpinan yang baik. Beliau pernah memperbaiki jalanan di pegunungan bagian Irak karena khawatir jika ada yang terjatuh saat melintasinya walaupun itu seekor hewan. Hanya dorongan ketakutan (iman) kepada Sang Pencipta ia bisa melakukan seperti itu. Beliau sadar bahwa kepemimpinannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.
Kesadaran ini tidak muncul dalam kepemimpinan sekuler sebab terpisah bahkan ditiadakan antara urusan dunia dan agama. Bahkan Al-Qur'an hanya dijadikan alat untuk mengambil sumpah jabatan, tetapi setelah itu isinya tidak digunakan.
Pembiayaan untuk membangun infrastruktur tersebut tentu ada pemasukan negara yang bersifat tetap. Ada sumber daya alam yang wajib dikelola oleh negara dan hasilnya kembali kepadanya berupa fasilitas umum. Maka dari itu, SDA tersebut tidak boleh dikuasai oleh swasta maupun asing (diprivatisasi). Seperti SDA berupa emas, perak, nikel, tembaga, batu bara, dan lain sebagainya.
Inilah sumber pemasukan yang banyak dan beragam sehingga mampu untuk membangun infrastruktur termasuk dalam membangun transportasi yang baik, aman, dan nyaman, bahkan murah sehingga rakyat mendapatkan layanan dengan mudah dan kualitas terbaik. Islam memandang bahwa kemajuan dan pembangunan adalah hak semua rakyat dan merupakan kewajiban negara.
Oleh karena itu, negara akan membangun infrastruktur merata sehingga potensi ekonomi terbuka lebar di semua wilayah, bukan hanya di perkotaan. Masyarakat tidak perlu lagi merantau ke kota yang jauh untuk mendapatkan pekerjaan. Inilah gambaran sistem dalam Islam yang mampu menyelesaikan permasalahan umat karena kesempurnaannya yang telah dijamin oleh Sang Pencipta.
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagimu.” Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]